Perseteruan merek dagang antara raksasa otomotif global, BMW Group dan BYD, memasuki babak baru. BMW AG secara resmi menggugat PT BYD Motor Indonesia terkait penggunaan merek "M6" di pasar Indonesia. Gugatan tersebut telah terdaftar di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat dengan nomor perkara 19/Pdt.Sus-HKI/Merek/2025/PN Niaga Jkt.Pst sejak 26 Februari 2025.
BMW berargumen bahwa mereka adalah pemilik sah merek M6, yang secara global digunakan untuk varian sport mewah dari Seri 6 di bawah naungan divisi performa tinggi BMW M. Penggunaan merek yang sama oleh BYD untuk mobil MPV listrik mereka, yang diluncurkan di Indonesia pada tahun 2024, dinilai berpotensi menimbulkan kebingungan di kalangan konsumen.
"Kami mengambil langkah hukum untuk melindungi identitas dan reputasi merek BMW," tegas Jodie O’tania, Director of Communications BMW Group Indonesia, dalam keterangannya. Ia menambahkan bahwa M6 adalah model ikonik dengan performa tinggi dan teknologi inovatif, serta telah terdaftar secara resmi di Indonesia.
Di sisi lain, Head of PR & Government Relations PT BYD Motor Indonesia, Luther Panjaitan, mengonfirmasi adanya gugatan tersebut. "Benar, ada gugatan hukum antara BMW AG dan BYD Indonesia. Saat ini sedang ditangani oleh divisi hukum kami," ujarnya. Meski demikian, Luther meyakinkan bahwa gugatan ini tidak akan mengganggu operasional bisnis dan layanan BYD di Indonesia. "Kasus ini tidak akan mempengaruhi bisnis kami, terutama tingkat layanan. Kami yakin akan ada solusi terbaik," imbuhnya.
Sengketa merek ini menyoroti pentingnya perlindungan hak kekayaan intelektual di industri otomotif yang kompetitif. Penggunaan merek yang tumpang tindih dapat merugikan pemilik merek asli dan menimbulkan kebingungan bagi konsumen. Kasus ini menjadi ujian bagi sistem hukum Indonesia dalam menegakkan perlindungan merek dagang, khususnya di era elektrifikasi otomotif yang menghadirkan pemain baru dengan strategi pemasaran yang agresif.
Para ahli hukum berpendapat bahwa hasil akhir gugatan ini akan sangat bergantung pada bukti-bukti yang diajukan oleh kedua belah pihak, termasuk bukti penggunaan merek, reputasi merek, dan potensi kebingungan konsumen. Perkembangan kasus ini akan terus dipantau oleh pelaku industri otomotif dan pemilik merek dagang lainnya di Indonesia.