Jakarta – Gelombang demonstrasi pengemudi ojek online (ojol) kembali bergulir di Jakarta, menyoroti isu kesejahteraan dan hak-hak pekerja yang belum terpenuhi. Aksi unjuk rasa di depan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) ini menyuarakan tuntutan utama, yaitu pemberian Tunjangan Hari Raya (THR) oleh aplikator penyedia layanan ojol.

Di balik tuntutan THR, tersembunyi realitas pendapatan dan kondisi kerja para pengemudi ojol. Fleksibilitas yang ditawarkan dalam skema kemitraan antara perusahaan aplikasi dan pengemudi seringkali menjadi celah untuk menghindari kewajiban pembayaran THR dan hak-hak pekerja lainnya.

"Sistem kemitraan ini seringkali dijadikan dalih oleh platform untuk tidak memberikan hak-hak dasar pekerja seperti upah minimum, upah lembur, cuti haid dan melahirkan, serta jam kerja yang manusiawi," ujar seorang perwakilan Serikat Pekerja Angkutan Indonesia (SPAI).

Lantas, berapa sebenarnya pendapatan rata-rata seorang pengemudi ojol? Data menunjukkan bahwa pendapatan mereka sangat bergantung pada jumlah orderan harian. Tidak adanya sistem gaji tetap memaksa mereka bekerja lebih dari 8 jam sehari, bahkan seringkali hingga larut malam, demi mencapai pendapatan yang layak.

Sebagai perbandingan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat rata-rata upah pekerja di sektor ekspedisi dan kurir secara nasional sebesar Rp 3.580.005. Namun, banyak pengemudi ojol yang berpenghasilan di bawah angka tersebut, terutama di kota-kota kecil atau saat orderan sedang sepi.

Ketidakpastian pendapatan ini semakin diperparah dengan tidak adanya jaminan sosial dan perlindungan kerja yang memadai. Pengemudi ojol seringkali harus menanggung sendiri biaya perawatan kendaraan, bensin, serta risiko kecelakaan kerja.

Menanggapi tuntutan para pengemudi ojol, Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) menyatakan komitmennya untuk mencari solusi terbaik. "Kami sedang memfinalisasi pembahasan terkait hal ini dalam beberapa hari ke depan. Misi kami adalah mewujudkan jaminan dan kesejahteraan bagi para pengemudi ojol," ujar Menaker saat menemui perwakilan demonstran.

Pemerintah mengakui pentingnya peran pengemudi ojol dalam perekonomian dan berjanji untuk terus berupaya meningkatkan kesejahteraan mereka. Namun, diperlukan langkah-langkah konkret dan kerjasama antara pemerintah, aplikator, dan perwakilan pengemudi untuk mewujudkan sistem kerja yang adil dan berkelanjutan bagi seluruh pihak.

Polemik THR bagi pengemudi ojol ini membuka diskusi lebih luas tentang status pekerja dan tanggung jawab perusahaan aplikasi. Apakah pengemudi ojol layak dianggap sebagai mitra atau pekerja yang berhak atas hak-hak dasar? Pertanyaan ini membutuhkan jawaban yang komprehensif dan berkeadilan agar kesejahteraan para pengemudi ojol dapat terjamin.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini