Jakarta – Mobil listrik semakin dilirik sebagai solusi transportasi masa depan, termasuk oleh para pengemudi taksi online. Namun, apakah peralihan ke mobil listrik benar-benar menguntungkan bagi mereka?
Soni (45), seorang pengemudi taksi online di Jabodetabek, mengaku tertarik dengan mobil listrik, tetapi masih terganjal harga. Saat ini, ia masih mengandalkan Toyota Calya miliknya. "Kalau cicilan sudah lunas begini, enak ngaturnya. Tinggal perawatan rutin saja," ujarnya.
Biaya perawatan mobil konvensional seperti milik Soni memang bisa mencapai Rp 500 ribu hingga Rp 1,2 juta per bulan, tergantung jenis servis dan komponen yang diganti. Jika beralih ke mobil listrik, pengeluaran ini bisa terpangkas signifikan.
Hitung-hitungan Biaya Operasional
Mari kita bandingkan biaya operasional mobil LCGC dengan mobil listrik. Sebuah mobil LCGC dengan konsumsi BBM 13 km/liter, yang menempuh jarak 200 km per hari, membutuhkan sekitar 15 liter bensin. Dengan harga Pertalite Rp 10.000 per liter, biaya bensin harian mencapai Rp 150.000, atau Rp 3 juta per bulan jika beroperasi 5 hari seminggu. Jika ditambah biaya servis, totalnya bisa mencapai Rp 4 juta per bulan.
Di sisi lain, mobil listrik dengan konsumsi energi 15 kWh per 100 km, membutuhkan biaya sekitar Rp 73.980 untuk menempuh jarak 200 km (dengan tarif SPKLU PLN Rp 2.466 per kWh). Jika beroperasi 5 hari seminggu, biaya listrik bulanan hanya sekitar Rp 1.479.600. Selisihnya cukup besar, mencapai Rp 1.520.400.
Kendala dan Pertimbangan
Meski demikian, peralihan ke mobil listrik tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ashari (38), pengemudi taksi online lainnya, mengakui potensi penghematan yang ditawarkan mobil listrik. "Tidak perlu bensin, tidak perlu ganti oli, pasti lebih cuan," katanya. Namun, ia masih meragukan kemampuan mobil listrik, terutama terkait daya angkut dan kapasitas bagasi.
"Mobil listrik yang murah ukurannya kecil, kurang cocok buat taksi online. Yang agak besar, harganya masih mahal," keluhnya.
Selain harga dan ukuran, ketersediaan infrastruktur pengisian daya juga menjadi pertimbangan penting. Pengemudi taksi online harus memastikan akses mudah ke SPKLU di berbagai lokasi agar operasional tidak terhambat.
Insentif Pemerintah dan Dampaknya
Pemerintah sendiri telah memberikan insentif untuk mobil listrik, seperti pembebasan PPnBM, PPN, dan PKB. Kebijakan ini bertujuan untuk mendorong adopsi kendaraan ramah lingkungan. Namun, di sisi lain, mobil LCGC yang banyak digunakan oleh pengemudi taksi online dikenakan PPnBM sebesar 3 persen ditambah PPN 12 persen.
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan, apakah insentif yang diberikan sudah tepat sasaran? Sebagian besar konsumen LCGC adalah masyarakat berpenghasilan menengah ke bawah, termasuk para pengemudi taksi online yang mengandalkan mobil sebagai sumber penghasilan.
Kesimpulan
Peralihan ke mobil listrik menawarkan potensi penghematan biaya operasional yang signifikan bagi pengemudi taksi online. Namun, harga mobil listrik yang masih relatif mahal, ketersediaan infrastruktur pengisian daya, serta ukuran dan daya angkut mobil menjadi pertimbangan penting.
Insentif pemerintah yang lebih merata, termasuk untuk mobil LCGC, juga perlu dipertimbangkan agar para pengemudi taksi online dapat memilih kendaraan yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan finansial mereka. Pada akhirnya, keputusan untuk beralih ke mobil listrik atau tetap menggunakan mobil konvensional bergantung pada kalkulasi yang cermat dan pertimbangan yang matang.