Aceh – Wacana penghapusan QR Code untuk pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi di Aceh menuai sorotan. Gubernur Aceh, Muzakir Manaf, atau yang akrab disapa Mualem, menjadi tokoh utama di balik usulan kontroversial ini. Apa yang mendasari keinginan kuat seorang mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk mencabut kebijakan yang bertujuan mengatur penyaluran BBM subsidi?

Mualem mengungkapkan pengalaman pribadinya sebagai salah satu pemicu. Ia bercerita tentang kejadian saat mobilnya kehabisan Pertamax dan mendapati stok BBM non-subsidi itu kosong di SPBU. "Saya minta diisikan Pertalite, secukupnya saja, agar saya bisa melanjutkan perjalanan pulang. Tapi petugas SPBU menolak karena saya tidak memiliki QR Code," ujarnya. Pengalaman ini membuatnya merasakan betapa rigidnya aturan yang berlaku.

Lebih lanjut, Mualem menyoroti dampak penerapan QR Code terhadap perilaku petugas SPBU. Ia menilai sistem tersebut membuat petugas bekerja layaknya robot, tanpa pertimbangan kemanusiaan. "Barcode itu membentuk petugas SPBU kaku, tak memiliki pertimbangan dan rasa simpati," tegasnya.

Mualem juga mencontohkan kejadian lain yang ia saksikan, yaitu dua orang yang mendorong mobil pikap ke SPBU karena kehabisan BBM. Meskipun demikian, petugas SPBU tetap menolak melayani karena mereka tidak memiliki QR Code. "Seharusnya, petugas SPBU bisa mengisi Rp 100 ribu atau Rp 200 ribu agar pemilik kendaraan bisa pulang ke rumah tanpa harus mendorong mobil. Tapi karena sistem yang dibangun, para petugas bertindak seolah robot, tak ada rasa kasihan, tak ada simpati," sesalnya.

Menurut Mualem, penghapusan QR Code adalah solusi terbaik untuk mencegah konflik antara petugas SPBU dan konsumen. "Jadi, penghapusan barcode adalah salah satu solusi menghilangkan konflik di SPBU dan membuat nyaman masyarakat, khususnya konsumen dan petugas SPBU," ungkapnya.

Namun, wacana penghapusan QR Code ini tentu menimbulkan pertanyaan. Apakah dengan mencabut aturan tersebut, penyaluran BBM subsidi akan menjadi lebih tepat sasaran? Ataukah justru membuka celah bagi praktik penyelewengan dan penyalahgunaan? Pemerintah Aceh perlu mempertimbangkan dengan matang dampak positif dan negatif dari kebijakan ini sebelum mengambil keputusan final. Perlu ada solusi alternatif yang lebih fleksibel namun tetap efektif dalam mengendalikan penyaluran BBM bersubsidi agar benar-benar dinikmati oleh mereka yang berhak.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini