Jakarta, [Tanggal Hari Ini] – Raksasa otomotif Jepang, Nissan, tengah berjuang keras untuk menstabilkan kondisi keuangannya di tengah gejolak pasar. Langkah efisiensi yang agresif diambil perusahaan, termasuk menawarkan paket buyout kepada para pekerja di Amerika Serikat. Langkah ini diambil untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK) massal, dan berbarengan dengan rencana pemangkasan waktu produksi di beberapa pabrik.

Buyout, yang merupakan penawaran pesangon sukarela dengan imbalan tunjangan dan gaji untuk periode tertentu, ditujukan bagi karyawan di pabrik perakitan Smyrna (Tennessee), Canton (Mississippi), dan pabrik mesin di Decherd (Tennessee). Langkah ini dilakukan seiring dengan rencana pemangkasan shift produksi di pabrik-pabrik tersebut. Nissan akan mengurangi satu dari dua shift produksi untuk SUV Rogue di Smyrna mulai April, dan untuk sedan Altima di Canton mulai September.

Upaya ini menjadi bagian dari strategi global Nissan untuk memangkas biaya operasional sebesar US$ 2,6 miliar. Meski Nissan belum mengumumkan secara resmi berapa jumlah karyawan yang akan menerima buyout, surat kabar Nikkei melaporkan potensi pengurangan hingga 1.500 pekerjaan akibat langkah ini.

"Kami berkomitmen untuk mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memastikan kelangsungan hidup dan pertumbuhan jangka panjang perusahaan," ujar juru bicara Nissan, menegaskan bahwa penyesuaian kapasitas produksi dan struktur biaya adalah langkah yang tak terhindarkan dalam menghadapi kondisi pasar saat ini.

Sebelumnya, Nissan telah memangkas produksi di pabrik Kyushu hingga sepertiga pada Agustus 2024, sebagai dampak dari melemahnya permintaan model-model lama di pasar Amerika Serikat, termasuk Rogue. Namun, Nissan menegaskan tidak berencana melakukan PHK secara paksa. Perusahaan yang mempekerjakan lebih dari 11.700 pekerja di tiga pabrik AS per akhir 2024 ini tampaknya memilih jalur buyout sebagai opsi pengurangan karyawan yang lebih manusiawi.

Kondisi sulit yang dialami Nissan bukan hanya terjadi di Amerika Serikat. Pada bulan November lalu, perusahaan telah mengumumkan rencana pemangkasan 9.000 pekerjaan di seluruh dunia, serta pengurangan kapasitas maksimum 25 jalur produksi. Penurunan penjualan di China dan Amerika Utara menjadi alasan utama di balik langkah ini.

Di tengah upaya efisiensi yang gencar dilakukan, muncul angin segar berupa potensi merger antara Nissan dan Honda Motor. Pembicaraan merger yang baru saja dimulai ini dapat menciptakan grup otomotif terbesar ketiga di dunia, dengan output tahunan mencapai 7,4 juta kendaraan. Jika merger ini terealisasi, peta persaingan industri otomotif global akan berubah secara signifikan.

Meskipun menghadapi tantangan berat, Nissan terus berupaya beradaptasi dan mencari cara untuk kembali menguat. Langkah buyout karyawan dan potensi merger dengan Honda menjadi sinyal bahwa perusahaan tidak akan menyerah begitu saja. Pasar otomotif global akan terus memantau perkembangan ini, dan dampaknya terhadap masa depan industri ini.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini