Jakarta – Jalan berlubang dan rusak bukan sekadar masalah estetika, tapi ancaman nyata bagi keselamatan pengguna jalan. Musim hujan kerap memperparah kondisi jalan, membuat lubang tersembunyi di balik genangan air. Kondisi ini bukan hanya merugikan, tapi juga bisa berujung pada kecelakaan fatal. Ironisnya, ada regulasi yang jelas mengatur sanksi bagi pihak yang lalai dalam pemeliharaan jalan, namun seringkali diabaikan.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah mengamanatkan tanggung jawab besar pada penyelenggara jalan. Pasal 24 secara tegas mewajibkan mereka untuk segera memperbaiki jalan rusak yang dapat menyebabkan kecelakaan. Jika perbaikan belum memungkinkan, rambu peringatan wajib dipasang. Ketentuan ini bukan sekadar imbauan, namun perintah hukum yang memiliki konsekuensi jika dilanggar.
Pasal 273 dalam undang-undang yang sama mengatur sanksi pidana bagi penyelenggara jalan yang lalai. Ancaman hukuman penjara dan denda menanti. Jika kerusakan jalan menyebabkan luka ringan atau kerusakan kendaraan, ancaman penjara maksimal 6 bulan atau denda hingga Rp 12 juta bisa diberikan. Lebih parah lagi, jika menyebabkan luka berat, hukuman penjara bisa mencapai 1 tahun atau denda hingga Rp 24 juta. Tragisnya, jika jalan rusak sampai merenggut nyawa, ancaman pidana penjara bisa mencapai 5 tahun dan denda hingga Rp 120 juta. Bahkan, kelalaian dalam pemasangan rambu peringatan pun dapat dikenakan hukuman penjara hingga 6 bulan atau denda hingga Rp 1,5 juta.
Pakar transportasi, Djoko Setijowarno, menyoroti bahwa masyarakat yang menjadi korban jalan rusak memiliki hak untuk menuntut pertanggungjawaban. Tuntutan dapat dilayangkan kepada instansi yang berwenang, sesuai dengan status jalan tersebut. Jalan nasional tanggung jawab Kementerian PUPR, jalan provinsi tanggung jawab pemerintah provinsi, dan jalan kota/kabupaten tanggung jawab pemerintah kota/kabupaten.
Menurut Djoko, aturan ini telah lama ada, namun implementasinya masih seringkali lemah. Pemerintah, sebagai penyelenggara jalan, seharusnya lebih mengutamakan keselamatan pengguna jalan. Jalan yang aman, menurutnya, adalah jalan yang permukaannya mantap, halus, dan bebas lubang.
Bukan hanya jalan umum, jalan tol juga tak luput dari sorotan. Djoko menekankan bahwa perbaikan jalan berlubang di jalan tol harus menjadi prioritas. Pengguna jalan tol telah membayar tarif, sehingga berhak mendapatkan layanan jalan yang aman dan nyaman. Perbaikan jalan tol tidak boleh dilakukan hanya menjelang kenaikan tarif. Badan Pengelola Jalan Tol (BPJT) harus melakukan pemeriksaan rutin dan proaktif menindaklanjuti setiap temuan kerusakan.
Perawatan jalan yang rutin dan berkelanjutan adalah bagian tak terpisahkan dari pelayanan jalan tol. Membiarkan lubang di jalan tol tanpa penanganan adalah tindakan tidak profesional dan merugikan konsumen.
Kondisi jalan rusak bukan hanya tanggung jawab pemerintah dan penyelenggara jalan, tapi juga menjadi perhatian seluruh masyarakat. Laporan masyarakat terkait jalan rusak menjadi sangat penting agar perbaikan dapat segera dilakukan. Dengan demikian, kita semua berperan dalam menciptakan lingkungan yang aman dan nyaman di jalan.