Jakarta – Kejutan datang dari Geely, raksasa otomotif asal China, yang resmi kembali meramaikan pasar Indonesia. Kembalinya Geely ini memicu pertanyaan besar: bagaimana nasib Proton, merek asal Malaysia yang notabene adalah ‘saudara’ Geely? Apakah rencana comeback Proton ke Indonesia kini tinggal kenangan?

Geely dengan percaya diri meluncurkan SUV listrik EX5, yang tak lain adalah versi rebadge dari Proton eMas 7. Langkah ini menandai babak baru bagi Geely di Indonesia, mengklaim komitmen mereka untuk "Leading the Future, illuminating Indonesia". Namun, manuver Geely ini justru mengaburkan rencana Proton yang sebelumnya juga sangat bernafsu untuk kembali ke pasar Indonesia.

Perlu diingat, Geely dan Proton punya ikatan yang kuat sejak 2017. Kesepakatan mereka menyebutkan bahwa Proton akan menjadi ujung tombak Geely untuk pasar setir kanan, khususnya di ASEAN. Malaysia pun didapuk sebagai hub setir kanan regional. Bahkan, pada 2020, Geely mendorong Proton untuk melebarkan sayap ke Thailand dan Indonesia. Di tahun 2021, Proton mengkonfirmasi ambisinya untuk kembali ke dua pasar tersebut demi merebut posisi tiga besar di ASEAN.

Namun, fakta di lapangan berbicara lain. Empat tahun berselang, Geely justru lebih agresif. Mereka hadir dengan bendera sendiri di Thailand, Australia/Selandia Baru, dan kini Indonesia. Bahkan, Geely juga berencana masuk ke Afrika Selatan dengan mereknya sendiri, mengesampingkan peran Proton. Ini jelas mengindikasikan perubahan strategi dari Geely.

Geely telah menegaskan komitmennya terhadap Malaysia sebagai pusat produksi dan riset di kawasan regional, khususnya di Tanjung Malim. Namun, komitmen ini seperti pedang bermata dua. Di satu sisi, Malaysia mendapat limpahan investasi dan pengembangan teknologi. Namun, di sisi lain, ambisi Proton untuk menjangkau pasar ASEAN, khususnya Indonesia, seperti terganjal oleh agresivitas ‘saudaranya’ sendiri.

Saat ini, Proton memang masih hadir di beberapa negara setir kanan seperti Bangladesh, Kenya, dan Brunei. Namun, pasar-pasar tersebut bukan termasuk kategori besar. Sementara itu, Geely lebih memilih untuk membangun jaringan dealer sendiri di pasar-pasar yang belum dijamah Proton. Pertanyaannya, apakah ini berarti Proton hanya akan menjadi ‘pemain pinggir lapangan’ di kancah persaingan otomotif ASEAN?

Kembalinya Geely ke Indonesia, dengan langsung merilis mobil listrik, jelas menunjukkan fokus mereka pada pasar yang lebih besar dan menjanjikan. Sementara itu, Proton tampaknya harus merevisi strategi jika tak ingin tertinggal dalam persaingan. Ambisi untuk menjadi nomor tiga terbesar di ASEAN pun kian jauh dari jangkauan. Langkah Geely ini patut dicermati, karena bisa jadi mengubah peta persaingan otomotif di kawasan ini. Mungkinkah Geely sengaja mematikan ‘saudaranya’ sendiri demi dominasi pasar? Kita tunggu saja perkembangan selanjutnya.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini