Jakarta – Polemik potongan aplikasi yang dialami pengemudi ojek online (ojol) kembali mencuat. Kali ini, Gojek Indonesia membantah keras tudingan bahwa mereka memotong pendapatan mitra hingga 30 persen. Perusahaan teknologi transportasi ini menegaskan bahwa angka tersebut tidaklah benar, dan potongan aplikasi yang mereka terapkan tidak melebihi 20 persen.

"Gojek memastikan bahwa komisi yang diterima tidak lebih dari 15 persen + 5 persen dari biaya perjalanan (tarif), sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan," kata Head of Corporate Affairs Gojek Indonesia, Rosel Lavina, dalam keterangannya, Sabtu (18/1).

Rosel menjelaskan, komposisi potongan tersebut sudah sesuai dengan regulasi yang tertuang dalam KP 1001/2022 untuk kendaraan roda dua. Ia juga menekankan bahwa 5 persen dari total biaya perjalanan dikembalikan untuk mendukung berbagai program bagi mitra, termasuk pelatihan dan peningkatan fitur keamanan.

Pernyataan ini muncul sebagai respons atas keluhan yang dilayangkan oleh asosiasi ojol Garda Indonesia. Ketua Umum Garda Indonesia, Raden Igun Wicaksono, sebelumnya mengungkapkan kekecewaannya atas dugaan pemotongan aplikasi yang mencapai 30 persen, bahkan lebih. Igun menuding praktik ini telah melanggar regulasi yang menetapkan batas maksimal potongan sebesar 20 persen.

"Berulang kali kami protes keras atas potongan biaya aplikasi yang sudah sangat tidak manusiawi dan melanggar regulasi yang tercantum dalam Kepmenhub KP nomor 1001 tahun 2022, di mana potongan aplikasi maksimal 20 persen," ujar Igun.

Igun menambahkan, fakta di lapangan menunjukkan bahwa beberapa perusahaan aplikasi justru menerapkan potongan lebih dari 20 persen. Kondisi ini, menurutnya, membuat pendapatan pengemudi semakin menipis, memaksa mereka untuk bekerja lebih keras demi memenuhi kebutuhan hidup.

"Akibat potongan yang besar, rekan-rekan pengemudi ojol memforsir jam kerja dan waktu istirahatnya dipakai untuk bekerja lebih keras agar pendapatannya bisa memenuhi nafkah harian," jelas Igun.

Meski Gojek telah membantah tudingan tersebut, keluhan dari para pengemudi ojol menunjukkan adanya ketidakselarasan informasi dan persepsi mengenai besaran potongan aplikasi. Regulasi yang ada, yakni KP 1001/2022, tampaknya belum sepenuhnya mampu menjembatani perbedaan antara aplikator dan mitra.

Polemik ini menyoroti pentingnya transparansi dan komunikasi yang efektif antara perusahaan aplikasi dan pengemudi ojol. Lebih dari itu, pengawasan ketat dari regulator juga menjadi krusial untuk memastikan implementasi aturan yang adil bagi seluruh pihak. Persoalan ini juga membuka ruang diskusi lebih lanjut mengenai model bisnis dan skema pembagian pendapatan yang berkelanjutan di era ekonomi digital.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini