Stockholm, Swedia – Sebuah angin segar bertiup dari Swedia, sebuah negara yang menolak keras budaya kemewahan bagi para pejabatnya. Alih-alih mobil dinas mewah dan pengawalan ketat, para menteri dan anggota parlemen Swedia justru terlihat membaur dengan masyarakat, menggunakan bus dan kereta api untuk mobilitas sehari-hari.
Fenomena ini bukan sekadar tren, melainkan sebuah filosofi yang tertanam kuat dalam sistem pemerintahan Swedia. Mereka meyakini bahwa para pejabat adalah wakil rakyat, bukan penguasa yang harus diistimewakan. Perilaku pejabat yang menghamburkan uang rakyat untuk hal-hal di luar kebutuhan, apalagi untuk kemewahan pribadi, akan menjadi sorotan dan bahan perbincangan publik. Bahkan, seorang anggota parlemen yang memilih taksi ketimbang transportasi umum, bisa menjadi berita utama, sebuah aib yang sangat dihindari.
Hanya Perdana Menteri Swedia yang mendapatkan fasilitas mobil dinas, itu pun dengan alasan keamanan. Sementara para pimpinan parlemen hanya diberikan tiga mobil dinas, itupun bukan untuk kepentingan pribadi melainkan untuk mendukung tugas-tugas kedinasan. Para anggota parlemen lainnya, bahkan juru bicara parlemen, lebih memilih menggunakan transportasi umum. Mereka mendapatkan kartu khusus untuk bepergian dengan bus dan kereta, sama seperti warga Swedia lainnya.
Per-Arne Hakansson, seorang anggota parlemen dari Partai Sosial Demokrat, menegaskan bahwa para politisi Swedia tidak ingin diistimewakan. "Kami ini tak berbeda dengan warga kebanyakan," ujarnya. Lebih lanjut, Hakansson menjelaskan bahwa tugas utama mereka adalah mewakili rakyat, sehingga tidak pantas jika mereka mendapatkan fasilitas berlebihan atau gaji tinggi.
"Yang membuat kami istimewa adalah kesempatan untuk ikut menentukan kebijakan negara," kata Hakansson, menekankan bahwa kehormatan tertinggi bagi seorang politisi adalah kesempatan untuk mengabdi dan berkontribusi bagi kemajuan bangsa.
Pilihan para pejabat Swedia untuk hidup sederhana ini mengirimkan pesan kuat tentang arti kepemimpinan yang sesungguhnya. Mereka tidak silau dengan kemewahan dan kekuasaan, melainkan fokus pada pelayanan dan kepentingan rakyat. Sebuah contoh yang patut direnungkan dan diteladani oleh para pemimpin di seluruh dunia, bahwa kesederhanaan dan pengabdian adalah fondasi utama dari kepemimpinan yang bijaksana.