Jakarta, [Tanggal Sekarang] – Implementasi opsen pajak kendaraan bermotor yang seharusnya mulai berlaku 5 Januari 2025, kini mendapatkan angin segar berupa relaksasi dari pemerintah daerah. Meski demikian, pertanyaan besar tetap menggantung: apakah penundaan ini cukup untuk meredam gejolak harga dan penjualan mobil di tanah air?

Seperti diketahui, opsen pajak daerah merupakan amanat Undang-undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Mekanisme ini menggantikan bagi hasil pajak provinsi, dengan tujuan agar dana pajak langsung mengalir ke kabupaten/kota. Namun, potensi kenaikan harga kendaraan akibat opsen ini menimbulkan kekhawatiran.

Untungnya, pemerintah daerah merespons dengan memberikan keringanan. "Saat ini sudah 25 provinsi yang menerbitkan relaksasi opsen PKB dan BBNKB," ungkap Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin, Setia Darta, dalam sebuah diskusi di Jakarta. Langkah ini menyusul terbitnya Surat Edaran Mendagri yang meminta gubernur memberikan keringanan pajak.

Sekretaris Umum Gaikindo, Kukuh Kumara, menambahkan bahwa beberapa daerah bahkan telah mengambil inisiatif sendiri untuk menunda kenaikan pajak, sebelum adanya surat edaran Mendagri. "Jawa Timur, sebelum keluar SE Kemendagri, sudah menunda melalui pergubnya."

Potensi Kenaikan Harga dan Dampaknya

Namun, apa yang terjadi jika opsen pajak diberlakukan sepenuhnya? Riyanto, seorang pengamat otomotif dari LPEM UI, memperkirakan kenaikan harga bisa mencapai 6,2%. Perhitungan ini didasarkan pada asumsi opsen diberlakukan di seluruh wilayah, dengan pajak kendaraan bermotor (PKB) 1,2% dan bea balik nama kendaraan bermotor (BBNKB) 12%.

"Sebelum ada opsen, pajak mobil itu sekitar 40%. Dengan opsen, bisa bertambah sekitar 9%, sehingga total pajak menjadi 49%. Jika ini berlaku penuh, harga mobil bisa naik sekitar 6,2%," jelas Riyanto.

Sebagai gambaran, mobil seharga Rp 200 juta bisa melonjak menjadi Rp 212-213 juta. Kenaikan ini tentu akan memukul daya beli konsumen.

Penjualan Terancam Merosot

Dampak kenaikan harga tidak hanya berhenti di situ. Riyanto memperkirakan, dengan elastisitas permintaan mobil sebesar 1,5, kenaikan harga 6% akan menurunkan permintaan hingga 9%. Artinya, penjualan mobil berpotensi merosot.

"Simulasi kami menunjukkan, penjualan tahun depan jika ada opsen saja, masih di bawah 1 juta unit," tambahnya.

Harapan dan Tantangan Industri Otomotif

Relaksasi pajak ini memang memberikan sedikit napas lega bagi industri otomotif. Namun, tantangan tetap ada. Industri perlu mencari strategi agar harga tetap kompetitif, serta terus berinovasi agar produk tetap menarik bagi konsumen. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan kembali dampak opsen pajak pada daya beli masyarakat, terutama di tengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil.

Penundaan opsen pajak adalah langkah positif, tetapi bukan solusi akhir. Perlu ada kebijakan yang lebih komprehensif agar industri otomotif dapat terus berkembang dan memberikan kontribusi positif bagi perekonomian nasional. Pertanyaan selanjutnya, bagaimana kelanjutan kebijakan ini ke depannya? Kita tunggu saja.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini