Penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) yang mulai berlaku tahun ini ternyata menimbulkan polemik di kalangan industri otomotif. Kebijakan yang bertujuan meningkatkan pendapatan daerah ini justru dianggap memberatkan konsumen dan berpotensi menghambat penjualan kendaraan. Tak heran, sejumlah pemerintah daerah (pemda) pun mengambil langkah tak biasa: menunda pemberlakuan opsen.
Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengungkapkan setidaknya 25 provinsi telah memberikan relaksasi opsen PKB dan BBNKB. Langkah ini diambil setelah banyak keluhan dari pelaku industri otomotif yang merasa kebijakan ini bisa memperlambat pertumbuhan pasar.
"Kami mendapat informasi adanya beberapa penundaan dan keringanan Pemda dalam rangka penundaan untuk pemberlakuan opsen PKB dan BBNKB, saat ini sudah 25 provinsi yang menerbitkan relaksasi opsen PKB dan BBNKB," kata Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika Kemenperin, Setia Diarta.
Opsen sendiri merupakan pungutan tambahan pajak yang diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Tujuannya adalah menggantikan mekanisme bagi hasil pajak provinsi (PKB dan BBNKB) kepada kabupaten/kota. Dengan opsen, bagian kabupaten/kota atas pajak provinsi langsung diterima saat wajib pajak membayar, melalui mekanisme split payment yang otomatis masuk ke rekening kas umum daerah (RKUD).
Secara teori, opsen pajak daerah dapat meningkatkan sinergi pemungutan dan pengawasan antara pemda provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, opsen juga diharapkan dapat memperbaiki postur APBD kabupaten/kota yang selama ini mengandalkan dana transfer.
Namun, dalam praktiknya, opsen justru menjadi momok bagi konsumen yang hendak membeli kendaraan baru. Biaya yang harus dibayarkan menjadi lebih tinggi, sehingga dikhawatirkan akan membuat konsumen berpikir ulang untuk membeli kendaraan.
Sekretaris Umum Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo), Kukuh Kumara, membenarkan bahwa pemda telah berdiskusi dengan pihaknya mengenai masalah ini. Menteri Dalam Negeri (Mendagri) bahkan telah menerbitkan Surat Edaran yang meminta gubernur memberikan keringanan atau pengurangan dasar pengenaan PKB, BBNKB, Opsen PKB, dan Opsen BBNKB.
Beberapa provinsi bahkan telah mengambil inisiatif lebih dulu. Jawa Timur, misalnya, telah menunda kenaikan pajak melalui peraturan gubernur. Kemudian, Jawa Tengah memberikan diskon pajak PKB sebesar 13,94 persen dan diskon pokok BBNKB sebesar 24,70 persen. Sementara itu, Jawa Barat memutuskan untuk tidak menaikkan pajak PKB maupun BBNKB, serta memberikan diskon yang signifikan pada nominal pokok pajak dan opsen.
Keputusan sejumlah provinsi untuk menunda atau memberikan keringanan opsen ini menunjukkan adanya kekhawatiran pemerintah daerah terhadap dampak negatif kebijakan ini terhadap industri otomotif. Di satu sisi, pemda memang membutuhkan pendapatan daerah untuk pembangunan, namun di sisi lain, mereka juga tidak ingin menghambat pertumbuhan ekonomi, terutama di sektor otomotif yang memiliki multiplier effect yang besar.
Penundaan dan keringanan opsen ini diharapkan dapat menjadi solusi sementara sambil pemerintah pusat dan daerah mencari formula terbaik agar tujuan peningkatan pendapatan daerah dapat tercapai tanpa memberatkan konsumen dan mengganggu iklim investasi di sektor otomotif. Ke depan, perlu adanya komunikasi dan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah pusat, daerah, dan pelaku industri agar kebijakan yang diambil dapat berjalan efektif dan berkeadilan bagi semua pihak.