TANGERANG – Meski popularitas mobil listrik terus meroket, pasar mobil bekasnya justru masih lesu. Penjualan mobil listrik bekas ternyata tak sebanding dengan antusiasme terhadap mobil listrik baru. Ironisnya, faktor utama penyebab kondisi ini bukan semata-mata karena harga jual kembali yang anjlok.
"Penjualan mobil listrik bekas belum sampai 10 persen dari total penjualan mobil bekas," ungkap Agustinus, pemilik diler Focus Motor Group, di sela-sela acara soft launching Bursa Mobil Pusat Otomotif Indonesia PIK 2, Tangerang, beberapa waktu lalu.
Memang, harga jual kembali mobil listrik bekas saat ini mengalami penurunan yang signifikan. Dalam setahun, nilai jualnya bisa merosot hingga 20-30 persen dibandingkan harga barunya. Namun, Agustinus meyakini bahwa hal ini bukan menjadi biang keladi sepinya peminat mobil listrik bekas.
Menurutnya, kendala utama justru terletak pada kurangnya dukungan dari perusahaan pembiayaan (leasing). Lembaga-lembaga keuangan tersebut cenderung ragu untuk memberikan kredit mobil listrik bekas karena khawatir dengan daya tahan dan usia pakai baterainya.
"Perusahaan pembiayaan ini kan bisnisnya high risk. Mereka khawatir kalau mobilnya ditarik karena kredit macet, nilai jualnya sudah jauh turun. Belum lagi, ketahanan mobil listrik dalam jangka panjang juga belum teruji," jelas Agustinus.
Kekhawatiran ini tentu beralasan. Teknologi baterai mobil listrik masih tergolong baru dan belum ada data pasti mengenai performanya dalam jangka waktu 5-10 tahun ke depan. Hal ini membuat perusahaan pembiayaan enggan mengambil risiko terlalu besar.
Kurangnya kepercayaan dari perusahaan pembiayaan ini berimbas pada diler mobil bekas. Tidak semua diler berani mengambil dan menjual mobil listrik bekas karena khawatir sulit menjualnya kembali. Focus Motor Group sendiri mengaku masih selektif dalam mengambil unit mobil listrik bekas, hanya jika harga belinya sesuai dengan potensi keuntungannya.
"Kami ambil share profit, jadi kalau harga belinya pas dan bisa dijual dengan untung, pasti kami jual," tegas Agustinus.
Solusinya, menurut Agustinus, terletak pada lembaga pembiayaan. Jika perusahaan-perusahaan leasing lebih yakin untuk menyalurkan kredit mobil listrik bekas, pasar diyakini akan bergairah. Kebijakan mereka akan sangat memengaruhi minat dan perilaku konsumen dalam membeli mobil listrik bekas.
"Semuanya tergantung dari lembaga pembiayaan. Kalau mereka berani, masyarakat juga akan lebih percaya diri untuk membeli mobil listrik bekas," tutupnya. Dengan demikian, masalah utama pasar mobil listrik bekas bukan semata-mata soal harga, tapi lebih pada dukungan ekosistem yang belum sepenuhnya terbangun. Perlu ada keyakinan dari lembaga pembiayaan agar pasar mobil listrik bekas bisa berkembang.