BATU, JAWA TIMUR – Tragedi kembali menodai jalanan Indonesia. Sebuah bus pariwisata Sakhindra Trans bernomor polisi DK 7942 GB, diduga mengalami rem blong dan menghantam belasan kendaraan di Kota Batu, Jawa Timur, Rabu (8/1/2025) malam. Kecelakaan maut ini merenggut nyawa empat orang dan melukai sepuluh lainnya.
Peristiwa nahas tersebut terjadi sekitar pukul 19.15 WIB. Bus yang baru keluar dari kawasan Museum Angkut, melaju dari arah Jalan Sultan Agung menuju Jalan Imam Bonjol. Diduga mengalami masalah teknis, sopir bus sempat berusaha mengarahkan kendaraan ke trotoar untuk mengurangi laju. Namun, upaya tersebut gagal, dan bus terus melaju hingga menabrak sepuluh sepeda motor dan enam mobil sebelum akhirnya berhenti setelah menabrak sebuah pohon di Jalan Pattimura.
Kapolres Batu AKBP Andi Yudha Pranata menyebutkan bahwa korban meninggal dunia terdiri dari seorang ibu dan anaknya yang masih berusia 20 bulan asal Jember, serta dua warga Kota Batu. Pihak kepolisian saat ini masih fokus pada penanganan korban dan proses investigasi.
Izin Kedaluwarsa dan Lalai Uji Berkala
Kecelakaan ini kembali membuka luka lama terkait buruknya pengawasan dan pemeliharaan armada angkutan umum di Indonesia. Pengamat transportasi Djoko Setijowarno mengungkap bahwa bus maut tersebut ternyata memiliki izin operasional yang telah kedaluwarsa sejak 26 April 2020. Lebih parah lagi, uji berkala kendaraan atau KIR juga sudah mati sejak 15 Desember 2023. Padahal, uji berkala ini sangat krusial untuk memastikan kendaraan layak jalan dan aman bagi pengguna.
Djoko menyayangkan masih adanya kasus pelanggaran seperti ini dan menilai pemerintah belum serius menangani masalah angkutan umum. Menurutnya, keselamatan seharusnya menjadi prioritas utama, bukan hanya sekadar mengejar keuntungan semata.
Data dari Direktorat Jenderal Perhubungan Darat menunjukkan bahwa sekitar 51 persen bus pariwisata di Indonesia melanggar aturan. Pelanggaran didominasi oleh masalah perizinan (66%) dan kelalaian uji KIR (34%). Situasi ini diperparah dengan adanya permintaan pasar akan harga sewa bus yang murah, tanpa memperhatikan aspek keselamatan dan kelayakan kendaraan.
Siapa yang Bertanggung Jawab?
Insiden ini memunculkan pertanyaan mendasar tentang tanggung jawab. Bukan hanya pengemudi, tetapi juga pemilik kendaraan, baik perorangan maupun badan hukum, serta pemerintah selaku regulator. Setiap kendaraan yang beroperasi di jalan raya harus memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan. Namun, realitanya, pengawasan dan penegakan hukum masih lemah.
Kecelakaan maut di Batu ini menjadi pengingat keras bahwa keselamatan transportasi bukanlah sekadar angka statistik, melainkan nyawa manusia. Sudah saatnya pemerintah, pengusaha transportasi, dan masyarakat lebih peduli dan bertanggung jawab demi mencegah tragedi serupa terulang kembali. Dibutuhkan tindakan tegas dan komprehensif untuk membenahi sistem transportasi, mulai dari pengawasan perizinan, uji kelayakan, hingga penindakan pelanggaran. Jangan sampai, nyawa kembali menjadi korban akibat kelalaian dan abai terhadap keselamatan.