HANOI, [Tanggal Hari Ini] – Pemerintah Vietnam mengambil langkah revolusioner dalam upaya penegakan hukum lalu lintas. Sebuah kebijakan baru yang unik kini diterapkan: warga negara dibayar jika melaporkan pelanggaran lalu lintas. Insentif berupa uang tunai hingga 5 juta VND (sekitar Rp 3,2 juta) diberikan kepada siapa saja yang berhasil memberikan bukti pelanggaran.
Kebijakan ini muncul karena keterbatasan jumlah polisi lalu lintas dan minimnya perangkat kamera pengawas di jalan raya. Pemerintah Vietnam membutuhkan ‘mata tambahan’ di lapangan untuk membantu mendeteksi pelanggaran yang kerap terjadi.
Caranya pun terbilang mudah. Warga cukup merekam pelanggaran lalu lintas yang mereka saksikan. Bukti rekaman ini kemudian diunggah melalui aplikasi VNeTraffic yang tersedia di ponsel pintar. Nantinya, besaran hadiah yang diterima pelapor adalah 10 persen dari total denda yang dibayarkan pelanggar.
Jenis pelanggaran yang bisa dilaporkan antara lain kebut-kebutan, menerobos lampu merah, melawan arus, mundur tanpa peringatan, dan tindakan lain yang berpotensi membahayakan pengguna jalan lain. Kebijakan ini diyakini mampu menekan angka pelanggaran lalu lintas secara signifikan.
Tentu saja, kebijakan ini menuai berbagai macam respons, termasuk dari Indonesia. Banyak warganet di tanah air yang berharap kebijakan serupa dapat diterapkan di sini. Namun, pakar keselamatan berkendara, Sony Susmana, berpendapat bahwa sistem di setiap negara berbeda.
"Vietnam sedang berbenah untuk membangun kultur yang baik," kata Sony, menyoroti perbedaan konteks antara kedua negara. Ia juga menambahkan bahwa kebijakan ini justru menunjukkan bahwa penegak hukum dan perangkat yang dimiliki di Vietnam tidak bekerja maksimal.
Menurut Sony, Indonesia memiliki perangkat pendeteksi pelanggar lalu lintas yang sudah bagus, namun implementasinya belum maksimal. Ia menekankan bahwa penegakan hukum yang ada harus dimaksimalkan terlebih dahulu untuk memberikan efek jera bagi pelanggar.
Penerapan kebijakan serupa di Indonesia, menurut Sony, justru bisa menimbulkan masalah baru. Masyarakat dikhawatirkan akan mencari celah untuk mengakali sistem demi mendapatkan uang hadiah. "Akan ada pemikiran untung-ruginya, dan itu bisa direkayasa dengan membuat drama pelanggaran lalu lintas," jelasnya.
Oleh karena itu, daripada meniru sistem yang diterapkan di Vietnam, Sony menyarankan agar pemerintah Indonesia memaksimalkan perangkat dan sistem yang sudah ada. Peningkatan penegakan hukum dan pemberian efek jera bagi pelanggar adalah kunci untuk menciptakan lalu lintas yang tertib dan aman.
Kebijakan ‘cepu berbayar’ di Vietnam ini menjadi contoh menarik tentang bagaimana suatu negara berupaya mengatasi masalah lalu lintas dengan pendekatan yang berbeda. Namun, perlu dipertimbangkan dengan matang apakah kebijakan serupa juga cocok untuk diterapkan di negara lain. Perbedaan konteks dan budaya harus menjadi pertimbangan utama sebelum mengambil keputusan.