Kolaborasi antara Mitsubishi dan Suzuki di Indonesia pernah melahirkan sebuah minibus yang cukup unik, Mitsubishi Maven. Mobil ini, yang sejatinya adalah "saudara kembar" Suzuki APV, hadir dengan sentuhan khas Mitsubishi. Namun, kiprahnya di pasar otomotif Tanah Air tak bertahan lama. Mengapa demikian?
Jejak Singkat Sang "Ahli"
Nama Maven, yang dalam bahasa Indonesia berarti "ahli" atau "pintar", menyimpan ambisi untuk menjadi mobil keluarga serbaguna, menyaingi popularitas Avanza-Xenia. Mitsubishi mengambil basis Suzuki APV, kemudian memodifikasinya dengan sentuhan gaya dan mesin khas mereka. Secara desain, Maven sangat identik dengan APV generasi pertama, dengan perbedaan minor pada grill depan, logo, dan sistem audio.
PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB) memperkenalkan Maven pada 2005, menawarkan dua varian: GLS (standar) dan GLX (tertinggi). Sayangnya, Maven hanya bertahan hingga 2009, padahal dibekali mesin Mitsubishi yang dikenal bandel. Produksinya pun dikerjakan oleh Suzuki, kecuali untuk mesin yang dipasok oleh Mitsubishi.
Mesin ‘Colt’ di Bodi APV
Di balik tampang APV, Maven menggendong mesin 4G15 1.500cc 4-silinder SOHC 12-valve injeksi, yang juga digunakan pada Mitsubishi Colt T120SS. Mesin ini menghasilkan tenaga 87 hp pada 5.500 rpm dan torsi 121 Nm pada 3.500 rpm, disalurkan melalui transmisi manual 5-percepatan yang sama dengan Colt T120SS. Mitsubishi juga melakukan sedikit penyesuaian pada ECU untuk efisiensi bahan bakar, meski dampaknya putaran menengah Maven jadi tak segalak Colt T120SS.
Kabin Luas, Fitur Lumayan
Sebagai minibus ‘boxy’, kelegaan kabin menjadi nilai jual utama Maven. Dengan dimensi 4.115 mm x 1.655 mm x 1.845 mm, Maven menawarkan ruang lega untuk delapan penumpang (termasuk pengemudi) dengan konfigurasi 2-3-3. Kursi baris ketiga dapat dilipat untuk menambah ruang bagasi. Ruang penyimpanan di kabin juga cukup banyak, dengan dua laci di dashboard sisi penumpang, cup holder di pintu, dan bahkan asbak khas mobil lawas.
Fitur-fitur yang ditawarkan juga cukup modern untuk mobil keluaran tahun 2000-an. Tipe tertinggi Maven sudah dilengkapi AC double blower, fog lamp, keyless entry, velg alloy 15 inci, spion elektrik, dan jok belakang lipat 60:40. Instrument cluster sudah menggunakan tampilan digital untuk jarak tempuh, meskipun informasi lain masih analog. Fitur standar lainnya adalah power steering, power window, dan radio/tape single din.
Mengapa Maven Tak Bertahan?
Meski punya keunggulan, ada beberapa faktor yang membuat Maven kalah pamor dibanding APV, bahkan akhirnya menghilang dari pasaran.
- Mesin Kalah Unggul: Meskipun menggunakan mesin Mitsubishi yang terkenal bandel, performa mesin 4G15 pada Maven justru kalah dibanding mesin G15A pada Suzuki APV. Mesin APV menghasilkan tenaga dan torsi yang lebih besar, dengan karakter yang lebih responsif. Maven pun dinilai sedikit lebih boros bahan bakar.
- Mesin di Kolong Kursi: Posisi mesin yang berada di bawah jok depan membuat panas mesin masuk ke kabin, mengurangi kenyamanan penumpang. Peredam panas yang kurang maksimal juga memperparah masalah ini. Selain itu, akses perbaikan mesin juga menjadi sulit karena ruang yang sempit.
- Tanpa Transmisi Otomatis: Mitsubishi Maven hanya tersedia dalam transmisi manual 5-percepatan, tidak ada opsi transmisi otomatis. Sementara itu, APV menawarkan opsi transmisi matic 4-percepatan pada varian tertingginya.
- Suspensi Keras dan Limbung: Suspensi Maven yang cenderung keras membuat penumpang kurang nyaman saat melewati jalan bergelombang. Posturnya yang bongsor juga membuat mobil ini terasa limbung saat dipacu dalam kecepatan tinggi.
Poin Plus: Sparepart Mudah dan Murah
Meskipun punya beberapa kekurangan, Mitsubishi Maven masih memiliki nilai plus. Karena diproduksi bersama APV, sparepart Maven mudah dicari dan harganya terjangkau. Begitu pula dengan mesin, yang serupa dengan Mitsubishi Colt T120SS, sehingga ketersediaan sparepartnya juga terjamin.
Kesimpulan
Mitsubishi Maven, meski memiliki potensi, harus mengakui keunggulan "saudara kembarnya", Suzuki APV. Beberapa kekurangan, terutama di sektor mesin dan kenyamanan, membuat Maven gagal merebut hati konsumen. Kiprahnya yang singkat menjadi pengingat bahwa kolaborasi otomotif pun tidak selalu berakhir dengan kesuksesan. Maven kini menjadi salah satu mobil "terlupakan" dalam sejarah otomotif Indonesia.