Jakarta – Pemerintah kembali menerbitkan aturan terbaru mengenai standar mobil dinas bagi para pejabat negara, termasuk menteri dan wakil menteri. Peraturan Menteri Keuangan No. 138 Tahun 2024 menjadi acuan baru, yang mengatur secara detail jumlah dan spesifikasi kendaraan yang boleh digunakan.

Jika sebelumnya mobil dinas identik dengan kesederhanaan, kini standar yang ditetapkan justru mengarah pada kemewahan dan performa tinggi. Menteri dan pejabat setingkat menteri mendapat jatah maksimal dua unit mobil dinas, sementara wakil menteri satu unit. Jumlah ini tentu menimbulkan pertanyaan, terutama jika melihat jumlah menteri dan wakil menteri di kabinet saat ini yang mencapai 109 orang.

Jika satu menteri mendapat dua mobil, dan satu wakil menteri mendapat satu mobil, maka total kendaraan dinas yang dibutuhkan mencapai 162 unit. Angka yang cukup fantastis, bukan? Lantas, apa saja spesifikasi mobil yang dipesan khusus untuk para pejabat tinggi ini?

Dalam peraturan tersebut, mobil dinas untuk menteri masuk kategori A. Spesifikasinya tak main-main. Jika memilih mobil konvensional, minimal harus bermesin 3.500 cc 6 silinder. Pilihan lainnya adalah mobil listrik dengan tenaga minimal 250 kW. Model mobilnya pun beragam, bisa berupa SUV, sedan, atau MPV, menyesuaikan preferensi masing-masing menteri.

Sementara itu, wakil menteri mendapatkan satu unit mobil dinas yang masuk kategori B. Pilihan mesinnya sedikit lebih rendah, yakni 2.500 cc 4 silinder untuk mobil konvensional. Atau, jika memilih mobil listrik, spesifikasinya adalah 215 kW untuk sedan dan 200 kW untuk jenis SUV.

Peraturan ini tentu menimbulkan berbagai reaksi. Di satu sisi, pemerintah berdalih bahwa standar ini dibuat untuk menunjang kinerja para pejabat negara. Namun, di sisi lain, muncul pertanyaan tentang efisiensi anggaran dan prioritas negara.

Di tengah berbagai persoalan ekonomi yang masih menghantui masyarakat, pengadaan mobil dinas mewah bagi para pejabat bisa dianggap sebagai sebuah ironi. Apakah ini adalah bentuk pemborosan anggaran negara yang tidak tepat sasaran? Atau justru sebuah investasi untuk meningkatkan kinerja para pejabat?

Pertanyaan-pertanyaan inilah yang patut menjadi perenungan kita bersama. Publik berhak tahu ke mana anggaran negara mengalir dan bagaimana penggunaannya. Transparansi dan akuntabilitas menjadi kunci untuk membangun kepercayaan masyarakat.

Pengadaan mobil dinas mewah untuk pejabat, di tengah kondisi ekonomi yang masih belum stabil, tentu menjadi sebuah topik yang menarik untuk diperbincangkan. Bagaimana menurut Anda? Apakah peraturan ini sudah tepat, atau justru menjadi sebuah pemborosan yang perlu dievaluasi?

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini