Pemerintah Indonesia terus menggeber penggunaan kendaraan listrik sebagai solusi atas polusi udara dan ketergantungan pada bahan bakar fosil. Langkah ini dikonkretkan melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 55 Tahun 2019, yang bukan hanya menyoroti mobil listrik, tetapi juga jenis kendaraan lain berbasis baterai. Perpres ini menjadi payung hukum untuk percepatan adopsi kendaraan listrik melalui berbagai insentif, pembangunan infrastruktur, dan pengelolaan limbah baterai.
Lebih dari Sekadar Mobil: Kendaraan Listrik Berbasis Baterai (KBLBB)
Perpres 55/2019 secara tegas mendefinisikan kendaraan listrik sebagai KBL Berbasis Baterai. Konsep ini tidak terbatas pada mobil, melainkan mencakup seluruh kendaraan yang digerakkan motor listrik dan mendapat pasokan daya dari baterai. KBLBB dikelompokkan menjadi dua, yaitu kendaraan roda dua atau tiga, dan kendaraan roda empat atau lebih.
Yang menarik, Perpres ini juga mewajibkan KBLBB dan industrinya untuk mengutamakan penggunaan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN). Hal ini bertujuan untuk memacu pertumbuhan industri dalam negeri dan menciptakan lapangan kerja. Persentase TKDN bervariasi, disesuaikan dengan jenis kendaraan dan komponen yang digunakan.
Insentif: Daya Tarik untuk Beralih ke Kendaraan Listrik
Pemerintah tidak tanggung-tanggung dalam memberikan insentif untuk mempercepat transisi ke kendaraan listrik. Insentif yang diberikan mencakup aspek fiskal dan non-fiskal. Insentif fiskal meliputi pengurangan bea masuk, pajak penjualan atas barang mewah, serta keringanan pajak pusat dan daerah. Sementara itu, insentif non-fiskal diberikan dalam bentuk pengecualian pembatasan jalan, hak produksi terkait KBLBB, dan kemudahan lainnya.
Insentif ini tidak hanya menyasar perusahaan, tetapi juga individu yang menggunakan kendaraan listrik, lembaga riset yang mengembangkan teknologi KBLBB, dan penyedia Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU).
Infrastruktur Pengisian Daya: Tulang Punggung Mobilitas Listrik
Pembangunan infrastruktur pengisian daya adalah kunci utama dalam ekosistem kendaraan listrik. Perpres 55/2019 juga mengatur hal ini dengan jelas. Infrastruktur pengisian daya KBLBB setidaknya harus terdiri dari peralatan catu daya, sistem kontrol arus, tegangan dan komunikasi, serta sistem proteksi keamanan. Pemerintah menugaskan PT PLN (Persero) untuk melakukan pembangunan awal infrastruktur ini.
Infrastruktur pengisian daya harus memenuhi standar keselamatan ketenagalistrikan. Hal ini untuk memastikan keamanan pengguna dan lingkungan. Ketersediaan infrastruktur pengisian daya yang memadai akan menjadi daya tarik bagi masyarakat untuk beralih ke kendaraan listrik.
Keunggulan Kendaraan Listrik: Lebih dari Sekadar Ramah Lingkungan
Selain mengurangi emisi gas buang, kendaraan listrik menawarkan sejumlah keunggulan lain. Salah satunya adalah minimnya suara bising yang dihasilkan. Tanpa proses pembakaran internal, kabin kendaraan listrik cenderung lebih senyap, sehingga perjalanan menjadi lebih nyaman.
Perawatan kendaraan listrik juga cenderung lebih sederhana karena jumlah komponen bergerak yang lebih sedikit. Selain itu, pemilik kendaraan listrik juga diuntungkan dengan berbagai insentif, seperti pembebasan biaya balik nama dan keringanan pajak kendaraan bermotor di beberapa daerah.
Tantangan dan Prospek Kendaraan Listrik di Indonesia
Meskipun menawarkan banyak keunggulan, harga kendaraan listrik yang masih relatif mahal menjadi salah satu kendala adopsi yang lebih luas. Namun, pemerintah terus berupaya untuk menekan harga melalui berbagai insentif dan kebijakan. Selain itu, pembangunan infrastruktur pengisian daya yang memadai juga terus digenjot untuk memberikan kenyamanan bagi pengguna kendaraan listrik.
Dengan dukungan penuh dari pemerintah, industri, dan masyarakat, kendaraan listrik di Indonesia bukan lagi sekadar mimpi. Transisi ini adalah langkah penting menuju masa depan mobilitas yang lebih bersih dan berkelanjutan.