Jakarta – Aksi sukarela pengendara motor mengawal ambulans sering terlihat di jalanan kota besar yang macet. Niat awalnya mulia, membantu mempercepat laju ambulans yang membawa pasien gawat darurat. Namun, tak jarang aksi ini justru menimbulkan masalah baru dan membahayakan, baik bagi pengemudi ambulans, pasien, maupun pengendara lain.
Baru-baru ini, viral sebuah video di media sosial yang memperlihatkan seorang pengendara motor yang berusaha membuka jalan untuk ambulans. Alih-alih membantu, pengendara tersebut justru berkendara terlalu dekat dengan ambulans dan dengan kecepatan lambat, membuat sopir ambulans merasa terganggu dan kewalahan. Kejadian ini memicu perdebatan tentang etika dan kompetensi dalam pengawalan ambulans.
Sony Susmana, seorang ahli keselamatan berkendara dari Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), menekankan bahwa pengawalan ambulans atau kendaraan darurat lainnya tidak bisa dilakukan sembarangan. Menurutnya, pengawal haruslah orang yang kompeten dan memiliki pemahaman yang baik tentang bagaimana berkoordinasi dengan pengemudi kendaraan yang dikawal.
"Antara pengemudi kendaraan yang dikawal dengan pengawal harus menyesuaikan tidak hanya ketrampilannya, kecepatannya, tetapi juga ada perangkat penunjangnya dan sikapnya agar tidak terjadi miskomunikasi," ujar Sony.
Sony menambahkan bahwa pihak yang paling kompeten untuk melakukan pengawalan adalah polisi dan petugas Dinas Perhubungan Darat. Mereka memiliki pelatihan dan wewenang yang dibutuhkan untuk memastikan kelancaran dan keamanan di jalan.
"Yang harus jadi perhatian adalah bahwa ini satu rangkaian yang darurat tapi dua otak yang berpikir di dua kendaraan yang berbeda. Disitu harus bisa membelah lalu lintas," lanjutnya.
Peraturan terkait prioritas kendaraan di jalan pun sudah jelas diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pasal 134 menyebutkan bahwa ambulans yang membawa orang sakit memiliki hak utama setelah kendaraan pemadam kebakaran. Ini berarti, ambulans harus didahulukan dan diberikan jalan oleh pengguna jalan lain.
Namun, masalahnya bukan hanya tentang aturan prioritas. Pengawalan yang tidak profesional dapat membahayakan semua pihak. Pengendara motor yang tidak terlatih berpotensi melakukan manuver yang membahayakan, memaksa pengguna jalan lain untuk mengambil tindakan yang tidak terduga, dan bahkan menciptakan kecelakaan.
Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk memahami bahwa membantu ambulans adalah hal yang mulia, tetapi harus dilakukan dengan cara yang benar. Jika tidak memiliki kompetensi dan pelatihan yang memadai, sebaiknya memberikan jalan dengan tertib saja. Jangan sampai niat baik justru berujung pada masalah yang lebih besar.
Bagi para pengendara motor yang ingin membantu ambulans, ada baiknya mengikuti pelatihan atau bergabung dengan komunitas relawan yang terorganisir dan memiliki standar operasi yang jelas. Dengan demikian, bantuan yang diberikan benar-benar bermanfaat dan tidak membahayakan. Ini juga merupakan bagian dari kepedulian kita sebagai pengguna jalan.