Jakarta – Ban vulkanisir, opsi hemat yang masih digandrungi sebagian pemilik kendaraan, ternyata menyimpan sisi abu-abu. Di satu sisi, harganya yang jauh lebih ekonomis menjadi daya tarik kuat. Namun, di sisi lain, kualitas yang tak terjamin bisa berujung petaka. Para ahli otomotif pun angkat bicara, memberikan panduan agar kita tak salah pilih.

Vulkanisir, proses pelapisan ulang ban bekas agar bisa kembali dipakai, bukanlah praktik yang sepenuhnya terlarang. Menurut Bambang Hermanu Hadi, seorang pakar dari industri ban, penggunaan ban vulkanisir masih diperbolehkan untuk kendaraan penumpang. Namun, ia menegaskan, "Kendaraan niaga tidak boleh menggunakan ban vulkanisir sejak 2015, sesuai peraturan dari Kementerian Perhubungan."

Perlu dipahami, ban mobil maksimal hanya bisa divulkanisir dua kali. Kode ‘R1’ dan ‘R2’ pada ban menjadi penanda apakah ban tersebut sudah pernah divulkanisir atau belum. Perbedaan dengan ban baru juga mudah dikenali. Sambungan lapisan vulkanisir akan terlihat jelas karena prosesnya dilakukan oleh perusahaan yang berbeda.

Soal performa, jangan berharap ban vulkanisir bisa setangguh ban baru. Bambang menjelaskan, "Ban vulkanisir yang dikerjakan dengan baik memiliki performa sekitar 80% dibandingkan ban aslinya." Angka ini tentu menjadi pertimbangan penting, terutama bagi mereka yang sering berkendara jarak jauh atau dalam kondisi ekstrem.

Pilih Vulkanisir Berkualitas, Hindari Risiko Fatal

Kualitas adalah kunci utama jika Anda tetap memilih ban vulkanisir. Merek, menjadi indikator pertama yang bisa dipertimbangkan. "Perusahaan-perusahaan angkutan darat biasanya sudah punya preferensi merek ban vulkanisir yang bagus," kata Bambang.

Namun, bagaimana jika kita tidak familiar dengan merek-merek tersebut? Jangan khawatir, ada ciri-ciri fisik yang bisa menjadi panduan. Ban vulkanisir yang buruk biasanya memiliki kembang yang kasar, sambungan yang tidak rata, serta kompon karet yang kusam dan tidak mengkilap.

Ciri-ciri ini sangat penting untuk diperhatikan. Ban vulkanisir yang dibuat dengan asal-asalan, terutama di industri rumahan, berpotensi mudah ‘ngelotok’ atau terkelupas. Hal ini tentu sangat berbahaya, terutama saat berkendara dengan kecepatan tinggi.

"Banyak ban vulkanisir di Indonesia dibuat di industri rumahan dengan proses yang tidak standar. ‘Masaknya’ saja pakai gas 3 kg," kata Bambang, mengingatkan akan risiko yang mengintai.

Kesimpulan: Utamakan Keselamatan

Memilih ban vulkanisir memang bisa menjadi solusi hemat, tetapi jangan lupakan aspek keselamatan. Pertimbangkan dengan matang antara harga dan risiko yang mungkin ditimbulkan. Jika Anda tidak yakin dengan kualitas ban vulkanisir, sebaiknya pilih ban baru. Investasi pada keselamatan adalah investasi yang paling berharga.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini