LONDON, Inggris – Stigma pengemudi wanita kurang cakap di jalan tampaknya harus segera diluruskan. Sebuah studi mengejutkan dari Driver and Vehicle Licensing Agency (DVLA) Inggris mengungkap fakta yang bertolak belakang: pengemudi laki-laki justru lebih sering melakukan pelanggaran lalu lintas. Data ini membuktikan bahwa anggapan selama ini keliru.

Studi tersebut menyoroti beragam pelanggaran yang didominasi pengemudi laki-laki, mulai dari ugal-ugalan, mengemudi dengan SIM kadaluarsa, hingga yang paling parah, mengemudi di bawah pengaruh alkohol dan obat-obatan terlarang. Fakta ini terkuak setelah DVLA mengumpulkan data antara Januari 2014 hingga Juli 2018. Hasilnya sangat mencengangkan: 421.565 pengemudi laki-laki harus kehilangan SIM mereka, berbanding jauh dengan 66.272 pengemudi wanita.

Data tersebut tak hanya berhenti pada angka statistik. Kelompok usia yang paling menonjol dalam pelanggaran juga teridentifikasi, yaitu pengemudi laki-laki berusia 26 tahun. Sebanyak 18.107 pengemudi dalam usia ini mendapatkan sanksi larangan mengemudi dalam periode tersebut.

Lebih jauh lagi, studi ini mengungkap betapa tingginya potensi pengemudi laki-laki dalam melakukan pelanggaran. Mereka 23 kali lebih mungkin melakukan tindakan berbahaya di jalan yang berujung pada penahanan SIM, 16 kali lebih mungkin mengemudi meski SIM ditahan, 15 kali lebih mungkin mengemudi di bawah pengaruh obat-obatan, dan 10 kali lebih mungkin abai terhadap pengguna jalan lain. Angka-angka ini jelas menggambarkan perilaku yang sangat berisiko dan membahayakan.

Meski studi ini dengan gamblang mengungkap fakta bahwa pengemudi pria lebih sering melanggar aturan, ada satu poin penting yang perlu diperhatikan, yaitu jumlah pengemudi laki-laki secara umum memang lebih banyak dibandingkan perempuan di seluruh dunia. Namun, fakta ini tidak bisa dijadikan pembenaran atas perilaku berkendara yang ugal-ugalan.

Temuan ini diperkuat oleh pernyataan Rodney Kumar, juru bicara UK IAM RoadSmart. Ia menekankan perlunya pendekatan khusus terhadap kelompok usia muda, khususnya pria di pertengahan usia 20-an, yang teridentifikasi sebagai kelompok paling berisiko. "Jika kita ingin membuat terobosan untuk mengurangi jumlah korban meninggal di jalan secara signifikan, kita harus bisa mempengaruhi kelompok tersebut," ujarnya.

Kumar menambahkan, upaya ini perlu dilakukan dengan pendidikan ulang tentang sikap berkendara yang baik sejak usia dini, serta penerapan sanksi yang tegas dan tanpa toleransi terhadap setiap pelanggaran. Ini adalah langkah krusial untuk menciptakan jalan raya yang lebih aman bagi semua orang.

Studi ini menjadi pengingat bahwa stigma dan prasangka tidak selalu mencerminkan kenyataan. Data dan fakta berbicara bahwa perilaku berkendara yang aman dan bertanggung jawab tidak ditentukan oleh gender, melainkan oleh kesadaran diri dan kepatuhan pada aturan lalu lintas.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini