Pemerintah sedang menggodok rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun 2025. Kebijakan ini tentu akan berdampak pada harga kendaraan bermotor, baik mobil maupun motor, yang diperkirakan akan melonjak. Di tengah wacana ini, muncul usulan alternatif yang lebih progresif: penerapan cukai karbon pada kendaraan.
Usulan ini datang dari berbagai pihak yang melihat potensi cukai karbon sebagai solusi yang lebih adil dan efektif dalam meningkatkan penerimaan negara, sekaligus mendorong transisi menuju kendaraan yang lebih ramah lingkungan. Alih-alih sekadar menaikkan PPN yang pukul rata, cukai karbon menawarkan pendekatan yang lebih terukur dan berkeadilan.
Mekanisme Cukai Karbon: Lebih dari Sekadar Pajak
Konsep cukai karbon yang diusulkan tidak hanya sekadar pajak tambahan. Ini melibatkan mekanisme tax feebate dan tax rebate. Tax feebate adalah pungutan tambahan bagi kendaraan yang emisi karbonnya melebihi standar yang ditetapkan. Sementara tax rebate adalah insentif berupa pengurangan harga bagi kendaraan yang emisi karbonnya di bawah standar.
Jadi, pemerintah akan menetapkan standar emisi karbon untuk berbagai jenis kendaraan. Misalnya, standar untuk mobil penumpang bisa ditetapkan 118 g/km, untuk motor 85 g/km, dan untuk kendaraan berat seperti truk dan bus sekitar 1.500 g/km. Kendaraan yang emisi karbonnya melebihi standar ini akan dikenakan cukai, sementara yang lebih rendah akan mendapatkan insentif.
Besaran cukai karbon bisa dihitung berdasarkan selisih emisi karbon kendaraan dengan standar yang ditetapkan. Sebagai contoh, sebuah mobil MPV dengan emisi karbon rata-rata 200 g/km, akan dikenakan cukai karbon atas kelebihan 82 g/km. Dengan asumsi tarif cukai Rp 2.250.000 per gram, cukai yang harus dibayar bisa mencapai Rp 180 juta.
Sebaliknya, mobil listrik yang emisi karbonnya rendah, bahkan di bawah standar, bisa mendapatkan insentif pengurangan harga. Hal ini akan membuat mobil listrik menjadi lebih terjangkau, dan mendorong masyarakat untuk beralih ke kendaraan yang lebih ramah lingkungan.
Potensi Penerimaan Negara Lebih Tinggi dari PPN 12%
Perhitungan menunjukkan bahwa penerapan cukai karbon bisa memberikan pemasukan negara yang lebih besar daripada kenaikan PPN menjadi 12%. Dengan rata-rata penjualan satu juta mobil dan enam juta motor per tahun, potensi penerimaan negara dari cukai karbon bisa mencapai Rp 92 triliun per tahun. Angka ini lebih besar Rp 25 triliun dari perkiraan pemasukan yang bisa didapatkan dari kenaikan PPN 1%.
Selain itu, cukai karbon juga akan memberikan efek positif lainnya. Harga kendaraan dengan emisi karbon tinggi akan menjadi lebih mahal, sementara harga kendaraan dengan emisi karbon rendah akan lebih terjangkau. Ini akan memberikan insentif kepada konsumen untuk membeli kendaraan yang lebih ramah lingkungan, dan mendorong produsen untuk berinovasi menciptakan kendaraan yang lebih efisien dan bersih.
Tantangan dan Peluang
Tentu saja, penerapan cukai karbon tidak tanpa tantangan. Pemerintah perlu menyiapkan infrastruktur yang memadai untuk mengukur emisi karbon kendaraan, serta mengawasi dan menegakkan aturan. Sosialisasi kepada masyarakat juga menjadi hal yang penting, agar kebijakan ini bisa diterima dan dipahami dengan baik.
Namun, potensi keuntungan yang bisa didapatkan dari cukai karbon sangat besar. Selain meningkatkan pendapatan negara, kebijakan ini juga akan mendorong transisi menuju transportasi yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Ini adalah langkah penting menuju masa depan yang lebih bersih dan sehat. Apakah pemerintah akan memilih jalan ini? Kita tunggu saja.