Fenomena harga mobil baru yang selalu di atas Rp 100 juta di Indonesia bukan sekadar angka acak. Ada labirin pajak dan biaya yang mengerek banderol kendaraan hingga melambung tinggi. Sebagian besar konsumen mungkin hanya melihat harga akhir di dealer, tanpa menyadari betapa besar peran pajak dalam pembentukan angka tersebut.

Benarkah ada mobil baru yang harganya di bawah Rp 100 juta sebelum terbebani pajak? Jawabannya ada. Data dari Permendagri Nomor 8 Tahun 2024 tentang Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Kendaraan Bermotor mengungkap adanya beberapa model dengan Nilai Jual Kendaraan Bermotor (NJKB) di bawah Rp 100 juta. Ini adalah harga "mentah" mobil sebelum sentuhan berbagai pungutan.

Mobil Murah: Bukan Sekadar Mimpi

Jangan kaget jika Anda menemukan nama-nama seperti Daihatsu Sigra D M/T dengan NJKB Rp 97 juta, atau Daihatsu Ayla M M/T dengan NJKB Rp 86 juta. Bahkan beberapa model Renault seperti Kiger (Rp 91-96 juta) dan Kwid (Rp 89 juta), serta Esemka Bima (Rp 91-99 juta) turut meramaikan daftar mobil dengan NJKB di bawah Rp 100 juta.

Perlu dicatat, angka-angka ini adalah harga off-the-road. Artinya, harga ini belum termasuk komponen pajak dan keuntungan yang dibebankan dealer. Inilah mengapa harga on the road Daihatsu Sigra 1.0 D M/T MC bisa melonjak hingga Rp 139,2 juta, dan Ayla 1.0 M M/T ke angka Rp 136 juta.

Tujuh ‘Biang Kerok’ di Balik Mahalnya Mobil Baru

Lalu, apa saja yang membuat harga mobil baru bisa melambung begitu tinggi? Setidaknya ada tujuh komponen pajak dan biaya yang berperan besar:

  1. Pajak Kendaraan Bermotor (PKB): Pajak kepemilikan kendaraan yang tarifnya maksimal 1,2% untuk kepemilikan pertama, sesuai UU No. 1 Tahun 2022.
  2. Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB): Tarifnya maksimal 12%, atau 20% untuk daerah setingkat provinsi yang tidak terbagi dalam kabupaten/kota.
  3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN): Berpotensi menjadi 12% mulai tahun depan, mengingat mobil dianggap sebagai barang mewah.
  4. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM): Dikenakan pada barang mewah, termasuk mobil, dengan tarif yang berbeda-beda.
  5. Biaya Administrasi: Mengacu pada peraturan pemerintah terkait jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak (PNBP) di kepolisian.
  6. Sumbangan Wajib Dana Kecelakaan Lalu Lintas Jalan (SWDKLLJ): Dipungut Jasa Raharja untuk jaminan korban kecelakaan lalu lintas.
  7. Opsen Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) & Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB): Tambahan pajak sebesar 66% dari PKB dan BBNKB terutang yang masuk ke kas pemerintah kabupaten/kota.

Jakarta: Pengecualian di Tengah Aturan

Menariknya, Jakarta menjadi satu-satunya daerah yang tidak mengenakan opsen PKB dan opsen BBNKB. Hal ini memberikan sedikit keringanan bagi konsumen mobil di ibukota. Namun, tetap saja, total pajak dan biaya yang harus ditanggung pembeli mobil baru sangat signifikan di seluruh Indonesia.

Refleksi dan Tantangan

Melihat kompleksitas pajak dan biaya yang memengaruhi harga mobil baru, pertanyaan mendasar muncul: Apakah mekanisme ini sudah proporsional? Adakah cara untuk membuat mobil lebih terjangkau bagi masyarakat luas?

Pemerintah, produsen, dan masyarakat perlu duduk bersama untuk mencari solusi yang tidak hanya menguntungkan kas negara, tetapi juga memungkinkan lebih banyak orang memiliki akses kendaraan yang aman dan layak. Transparansi, efisiensi, dan keberpihakan pada masyarakat harus menjadi prioritas utama.

Dengan pemahaman yang lebih baik tentang struktur pajak mobil, diharapkan konsumen bisa membuat keputusan yang lebih bijak saat membeli mobil. Harga yang tertera di dealer hanyalah puncak gunung es. Di bawahnya, ada cerita panjang tentang pajak, biaya, dan regulasi yang membentuk harga akhir sebuah mobil.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini