Jakarta – Polemik penyalahgunaan Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum (SPKLU) semakin meresahkan. Bukan hanya pengguna mobil berbahan bakar minyak (BBM) yang kedapatan memanfaatkan fasilitas tersebut sebagai lahan parkir, bahkan pemilik mobil listrik pun turut berkontribusi dalam masalah ini.
Awal mula kemarahan publik bermula dari beredarnya video di media sosial yang memperlihatkan sebuah Toyota Fortuner terparkir di area SPKLU. Kejadian ini memicu perdebatan karena SPKLU seharusnya diperuntukkan bagi pengisian daya kendaraan listrik, bukan sebagai tempat parkir kendaraan konvensional.
Ironisnya, masalah ini bukan hanya melibatkan pengguna mobil BBM. Sejumlah pemilik mobil listrik juga melakukan hal serupa dengan membiarkan kendaraan mereka terparkir di SPKLU setelah proses pengisian daya selesai. Hal ini menyebabkan SPKLU tidak dapat diakses oleh pengguna lain yang membutuhkan fasilitas tersebut.
Fenomena ini bukan lagi isu baru. Keluhan terkait penyalahgunaan SPKLU telah menjadi perbincangan hangat dalam beberapa bulan terakhir. Bahkan, pihak penyedia SPKLU, PLN, juga telah mengakui bahwa masalah ini menjadi salah satu kendala dalam operasional fasilitas pengisian daya publik.
"Kami ngobrol-ngobrol sama mitra, itu juga problemnya. (Ramai) bukan karena antrean tapi dijadikan tempat parkir," ungkap seorang perwakilan PLN, beberapa waktu lalu.
Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Yannes Pasaribu, menyebutkan bahwa masalah ini memerlukan tindakan tegas. Ia mengusulkan beberapa solusi, diantaranya adalah penegakan aturan yang lebih ketat.
"Penerapan aturan yang lebih tegas, misalnya menetapkan waktu maksimal pengisian daya di SPKLU selama 2-3 jam dan memberikan denda bagi pengguna yang melanggar aturan," ujar Yannes.
Selain itu, Yannes juga mendorong penerapan sistem booking untuk penggunaan SPKLU. Hal ini diharapkan dapat membantu pengguna merencanakan waktu pengisian daya dengan lebih baik dan menghindari penumpukan kendaraan di area SPKLU.
Masalah penyalahgunaan SPKLU ini bukan hanya sekadar pelanggaran aturan, namun juga berdampak pada ketersediaan fasilitas pengisian daya bagi pengguna kendaraan listrik. Perlu adanya kesadaran dan tanggung jawab dari seluruh pengguna jalan untuk memastikan SPKLU digunakan sesuai dengan peruntukannya. Jika tidak, perkembangan ekosistem kendaraan listrik di Indonesia akan terhambat akibat perilaku oknum yang tidak bertanggung jawab.