Jakarta – Libur panjang Natal dan Tahun Baru membawa berkah tersendiri bagi kualitas udara di Jakarta. Jalanan yang biasanya padat merayap, kini lengang bak kota mati. Efeknya, langit Jakarta yang kerap kali kelabu, kini terlihat lebih cerah dan udara terasa lebih segar.

Pantauan di sejumlah ruas jalan utama seperti Kuningan, Tebet, dan Senayan pada jam sibuk pagi hari pun menunjukkan hal serupa. Arus lalu lintas yang biasanya dipenuhi kendaraan bermotor, kini terlihat lengang. Kondisi ini sangat kontras dengan hari-hari biasa di mana kemacetan parah menjadi pemandangan sehari-hari, terutama di titik-titik seperti sepanjang Bassura hingga Kota Casablanca.

Data pergerakan kendaraan menunjukkan, ratusan ribu kendaraan meninggalkan Jakarta selama periode libur Natal. Tercatat, ada 391 ribu kendaraan yang ‘mudik’ ke luar kota pada 21-25 Desember 2024. Jumlah ini diperkirakan akan terus bertambah menjelang perayaan tahun baru, semakin memperkuat penurunan volume kendaraan di jalanan ibu kota.

Efek dari ‘eksodus’ kendaraan ini sangat terasa pada kualitas udara Jakarta. Data dari IQ Air menunjukkan, kualitas udara di Jakarta membaik secara signifikan selama sepekan terakhir. Pada 25-26 Desember, indeks kualitas udara bahkan sempat menyentuh level 44, yang masuk kategori ‘sehat’ dan ditandai dengan warna hijau. Meski pada hari ini (27/12) naik sedikit menjadi level 61 atau ‘moderate’ dan ditandai warna kuning, Jakarta tetap terhindar dari daftar 50 kota dengan kualitas udara terburuk di dunia.

Perbandingan ini sangat mencolok dengan kondisi Jakarta di hari-hari biasa. Biasanya, indeks kualitas udara Jakarta seringkali berada di atas 150, bahkan sempat menduduki peringkat pertama sebagai kota paling berpolusi di dunia. Hal ini semakin memperkuat dugaan bahwa kendaraan bermotor adalah salah satu penyebab utama buruknya kualitas udara di Jakarta.

Studi komprehensif yang dilakukan oleh Kemenko Marves bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) dan sejumlah pakar terkait, juga menyimpulkan hal serupa. Emisi kendaraan bermotor menyumbang 32-41 persen terhadap polusi udara Jakarta saat musim hujan, dan bahkan meningkat menjadi 42-57 persen pada musim kemarau. Sementara itu, pembakaran batu bara untuk industri dan pembangkit listrik hanya menyumbang sekitar 14 persen dari total polusi udara.

Fenomena ‘udara segar’ Jakarta saat libur panjang ini menjadi pengingat bahwa volume kendaraan bermotor memiliki pengaruh besar pada kualitas udara. Kondisi ini juga membuka peluang untuk mempertimbangkan kembali kebijakan transportasi dan mobilitas yang lebih berkelanjutan, agar udara Jakarta bisa tetap bersih dan sehat, tidak hanya saat libur panjang saja.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini