Jakarta – Jalan raya, seharusnya menjadi urat nadi kehidupan yang mengalirkan mobilitas dengan tertib, justru sering menjadi panggung drama kekacauan di Indonesia. Tak sedikit pengemudi yang abai pada aturan, menciptakan kondisi lalu lintas yang semrawut, dan berujung pada tingginya angka kecelakaan. Data menunjukkan, ratusan ribu kasus kecelakaan terjadi setiap tahunnya, dengan kerugian materi yang tak sedikit. Lebih dari sekadar angka, kondisi ini mencerminkan perilaku dan budaya bangsa yang perlu diperbaiki.

Pelanggaran Rambu, Biang Kerok Kekacauan

Salah satu pemandangan yang lazim ditemui adalah pelanggaran rambu lalu lintas. Lampu merah yang seharusnya menjadi tanda berhenti, justru kerap diabaikan oleh sebagian pengendara. Tak hanya itu, banyak pengendara motor berhenti melewati garis stop, sehingga menutup jalan bagi kendaraan dari arah berlawanan dan mengganggu penyeberang jalan. Akibatnya, kemacetan tak terhindarkan, lalu lintas menjadi macet total dan tak ada yang bisa bergerak.

Mental "Serobot" di Jalan Tol

Tak hanya di jalan biasa, mental "serobot" juga terlihat di gerbang jalan tol. Alih-alih mengantri dengan tertib, banyak pengemudi yang tiba-tiba berpindah jalur untuk mencari antrian yang lebih pendek. Tindakan ini bukan hanya tidak etis, tetapi juga membahayakan pengemudi lain yang berada di belakangnya. Disiplin antri tampaknya masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi kita semua. Padahal, dengan antri, arus lalu lintas justru akan lebih lancar.

Klakson: Bukan Ajakan Marah

Klakson, yang seharusnya menjadi alat komunikasi untuk meningkatkan kewaspadaan, seringkali disalahgunakan. Klakson panjang yang berlebihan atau klakson pendek dan cepat yang berkali-kali justru menciptakan suasana tegang dan memicu emosi pengendara lain. Fungsi klakson pun menjadi bias, dari alat peringatan menjadi pemicu kemarahan.

Parkir Sembarangan, Biang Kemacetan

Parkir di badan jalan, terutama di jalan sempit atau area dengan rambu larangan parkir, adalah masalah klasik yang tak kunjung usai. Tindakan ini jelas menghambat arus lalu lintas, mengurangi kapasitas jalan, dan pada akhirnya memicu kemacetan. Ironisnya, banyak pengemudi yang melakukan tindakan ini dengan santai tanpa merasa bersalah.

Aksi Balap Liar di Jalanan Kota

Bagi sebagian orang, jalan raya mungkin terasa seperti arena balap. Mereka menyalip kendaraan lain dengan ugal-ugalan dan bermanuver zig-zag, seolah sedang unjuk kebolehan. Padahal, tindakan ini sangat membahayakan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Aksi-aksi "balap liar" di jalanan kota ini menunjukkan kurangnya kesadaran akan keselamatan berkendara.

Lebih dari Sekadar Masalah Teknis

Kondisi lalu lintas di Indonesia lebih dari sekadar masalah teknis atau infrastruktur. Ini adalah cerminan dari perilaku, etika, dan kedisiplinan kita sebagai bangsa. Kebiasaan buruk seperti bermain ponsel saat berkendara atau mendengarkan musik terlalu keras juga turut memperparah situasi.

Perlu kesadaran kolektif untuk mengubah wajah jalan raya Indonesia. Perlu kedisiplinan, kesadaran akan keselamatan, dan etika berlalu lintas yang lebih baik. Jalan raya bukan arena balap, bukan tempat unjuk diri, tetapi ruang publik yang harus digunakan dengan bijak dan bertanggung jawab. Mari kita mulai dari diri sendiri untuk menciptakan jalan raya yang lebih aman, tertib, dan nyaman untuk semua.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini