Jakarta – Rentetan kecelakaan yang melibatkan truk pengangkut barang kembali menjadi sorotan tajam. Pengamat transportasi, Djoko Setijowarno, mengkritik keras pemerintah yang dinilai kurang serius dalam membenahi regulasi angkutan barang, meskipun korban jiwa terus berjatuhan akibat kecelakaan lalu lintas yang melibatkan truk.
"Kecelakaan truk logistik seperti menjadi pemandangan sehari-hari di jalanan Indonesia, bahkan bisa mencapai tujuh kejadian dalam satu hari. Ironisnya, meskipun jumlahnya lebih sedikit dibandingkan kendaraan roda empat, truk justru menempati urutan kedua sebagai penyebab kecelakaan," ujar Djoko.
Kurangnya pengawasan terhadap operasional angkutan barang menjadi salah satu akar masalah. Pemerintah dinilai belum maksimal dalam menerapkan regulasi yang ketat, yang seharusnya menjadi prioritas utama demi keselamatan seluruh pengguna jalan. Djoko menegaskan bahwa keselamatan bertransportasi jauh lebih penting daripada sekadar menekan tarif angkutan barang.
Tragedi terbaru, kecelakaan maut antara bus pariwisata yang mengangkut rombongan pelajar dengan sebuah truk pengangkut pakan ternak di tol Pandaan-Malang, Jawa Timur, menambah daftar panjang korban jiwa. Peristiwa ini menjadi pengingat betapa karut marutnya penyelenggaraan angkutan logistik di Indonesia, yang berujung pada kecelakaan yang kerap terjadi.
Djoko menyoroti bahwa rangkaian kecelakaan yang melibatkan truk disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari rendahnya kompetensi pengemudi, kondisi kendaraan yang tidak terawat, hingga tidak adanya regulasi yang mewajibkan perawatan rem secara preventif. “Seolah tidak belajar dari berbagai insiden sebelumnya, kejadian ini mencerminkan lemahnya tata kelola dan kurangnya upaya perbaikan yang seharusnya dilakukan pemerintah,” tegasnya.
Kelebihan muatan juga menjadi persoalan klasik yang terus berulang. Di sisi lain, temuan Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menunjukkan bahwa kegagalan pengereman pada kendaraan pengangkut barang masih sering terjadi, akibat tidak adanya regulasi wajib untuk perawatan rem sebagai upaya preventif.
Djoko menekankan bahwa truk besar memang berperan penting dalam mendukung logistik yang efisien, namun ukurannya yang besar justru bisa menjadi bumerang jika tidak diimbangi dengan pengemudi yang andal dan perawatan kendaraan yang rutin.
"Perawatan rutin tentu memerlukan biaya yang tinggi. Begitu pula untuk mendapatkan pengemudi yang andal, diperlukan upah yang standar demi kesejahteraan mereka. Biaya perawatan yang minim sering kali menjadi dampak dari liberalisasi angkutan barang," ungkap Djoko.
Oleh karena itu, Djoko mendesak pemerintah untuk segera melakukan pembenahan menyeluruh terhadap regulasi angkutan barang. Hal ini meliputi peningkatan pengawasan operasional, penegakan hukum yang tegas terhadap pelanggaran, serta regulasi yang mewajibkan perawatan kendaraan secara rutin. Keselamatan pengguna jalan harus menjadi prioritas utama, dan bukan sekadar menekan biaya operasional angkutan barang.