Jakarta – Di tengah gempuran merek-merek motor listrik yang kian ramai di Indonesia, Yamaha justru memilih untuk berhati-hati dalam meluncurkan produknya. Kondisi ini berbanding terbalik dengan kompetitor utama mereka, Honda, yang sudah cukup agresif dengan tiga model motor listrik di pasaran. Lantas, apa yang membuat Yamaha begitu konservatif?
Dyonisius Beti, Presiden Direktur & CEO PT Yamaha Indonesia Motor Manufacturing (YIMM), mengungkapkan bahwa pasar motor listrik di Indonesia belum sepenuhnya matang. Ia khawatir jika terburu-buru, Yamaha justru harus memberikan diskon besar-besaran untuk mendongkrak penjualan. "Kita lebih hati-hati, karena tidak akan diskon sampai Rp 30 juta," tegas Dyon, seolah menyindir strategi diskon yang dilakukan Honda untuk model EM1 e:.
Memang, fenomena diskon besar-besaran motor listrik bukan isapan jempol. Beberapa dealer Honda bahkan menawarkan potongan harga hingga puluhan juta rupiah, membuat harga motor listrik tersebut bisa terpangkas hampir separuhnya. Kondisi ini tentu menjadi perhatian serius bagi Yamaha.
Meski belum memasarkan secara resmi, Yamaha sebenarnya tidak tinggal diam. Mereka sudah memiliki prototipe motor listrik, Yamaha E01, yang saat ini masih terus diuji dan dikembangkan. Sebelum meluncurkannya ke pasaran, Yamaha harus mendapatkan persetujuan dari prinsipal mereka di Jepang.
Rifki Maulana, Manager Public Relations, YRA & Community PT YIMM, menjelaskan bahwa Yamaha sedang melakukan studi pasar untuk memahami kebutuhan konsumen. "Kita memang masih wait and see, karena kalau sekarang kan customer motor listrik yang bisa kita lihat, apa sih yang paling penting dibeli? Jarak tempuh, kedua? Harga kan," ujarnya.
Yamaha telah melaksanakan program Proof of Concept (PoC) untuk E01, dengan melibatkan 4.000 responden di empat kota besar: Jakarta, Medan, Bandung, dan Bali. Data dari program ini sudah dikumpulkan dan dikirimkan ke prinsipal Yamaha di Jepang untuk dianalisis. Keputusan akhir terkait peluncuran E01 sepenuhnya berada di tangan prinsipal.
"Kalau yang saya dengar dari YMC (Yamaha Motor Corporation) sih bagus ya (hasilnya). Cuma memang poin kita itu kita melakukan riset, kita support risetnya YMC, data kita sudah collect (kumpulkan), kita kembalikan ke mereka, dan mereka yang sedang menganalisa," lanjut Rifki.
Strategi "wait and see" yang dipilih Yamaha menunjukkan kehati-hatian mereka dalam memasuki pasar motor listrik yang masih sangat dinamis. Alih-alih mengikuti tren diskon besar-besaran, Yamaha memilih untuk fokus pada riset dan pengembangan produk, sembari mempelajari perilaku konsumen Indonesia dengan cermat. Apakah strategi ini akan membuahkan hasil? Hanya waktu yang bisa menjawab.