Jakarta, – Industri otomotif Indonesia sedang menghadapi tantangan berat dengan penurunan penjualan mobil di pasar domestik. Namun, berkat geliat ekspor yang signifikan, pabrikan mobil di tanah air mampu bertahan tanpa harus melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawannya.
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Nandi Julyanto, mengungkapkan bahwa peningkatan ekspor menjadi penopang utama produksi pabrik Toyota di Indonesia. Pergeseran alokasi produksi yang semula 50:50 antara domestik dan ekspor menjadi 40:60 menunjukkan bahwa permintaan mobil dari luar negeri jauh lebih tinggi dibandingkan pasar dalam negeri.
"Ekspor kita sedang booming, sehingga kita masih bisa full utilisasi pabrik. Ini menjadi penyelamat di tengah lesunya penjualan domestik," ujar Nandi dalam acara Year End Media Gathering Toyota.
Kondisi ini juga didukung oleh mulai stabilnya pasokan semiconductor, komponen krusial dalam produksi mobil. Hal ini memungkinkan pabrikan untuk mengalihkan sebagian alokasi produksi domestik ke ekspor. Namun, kondisi ini juga menimbulkan kekhawatiran.
Toyota berharap komposisi produksi ekspor dan domestik kembali seimbang, idealnya 50:50. Dominasi ekspor dikhawatirkan dapat memicu relokasi ekosistem produksi mobil ke negara lain.
"Jika pasar domestik tidak besar, ekosistemnya bisa-bisa tidak lagi berpusat di Indonesia," kata Nandi.
Wakil Presiden Direktur TMMIN, Bob Azam, menambahkan bahwa penurunan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dapat menjadi solusi untuk memulihkan pasar domestik. Namun, pemerintah tampaknya masih membutuhkan dana untuk fiskal negara.
"Kami berharap pemerintah dapat menemukan formula kebijakan yang tepat. Pengalaman saat pandemi COVID-19 menunjukkan bahwa relaksasi pajak justru dapat meningkatkan pendapatan negara. Jangan sampai pajak naik, malah pendapatan negara turun," imbuhnya.
Situasi ini menjadi alarm bagi pemerintah dan pelaku industri otomotif. Kebijakan yang tepat dibutuhkan untuk menyeimbangkan antara kebutuhan fiskal negara dan keberlangsungan industri otomotif. Jika tidak, Indonesia bisa kehilangan potensi besar di sektor ini.
Tahun 2025 diperkirakan akan menjadi tahun yang penuh tantangan bagi industri otomotif. Upaya untuk menjaga keseimbangan antara ekspor dan pasar domestik perlu menjadi prioritas. Industri otomotif Indonesia harus berinovasi, beradaptasi, dan berkolaborasi dengan pemerintah untuk memastikan keberlanjutan dan pertumbuhannya.