Banjir rob kembali menjadi momok bagi warga Jakarta Utara. Jalan-jalan yang seharusnya ramai lalu lalang, kini berubah menjadi genangan air. Kendaraan pun banyak yang menjadi korban, mogok di tengah jalan akibat nekat menerjang banjir yang kian hari kian tak bersahabat. Kejadian ini bukan hanya sekali dua kali, namun terus berulang, meninggalkan pertanyaan besar: sampai kapan kita terus mengulang kesalahan yang sama?

Ironisnya, di tengah imbauan untuk berhati-hati, masih banyak pengendara yang memaksakan diri menerobos genangan. Miris melihat mobil-mobil mewah yang akhirnya terkapar tak berdaya di tengah jalan, didorong oleh warga yang mungkin juga merasakan dampak banjir. Video-video yang beredar di media sosial menjadi pengingat betapa kerasnya konsekuensi dari ketidakpedulian terhadap bahaya banjir.

Bukan Soal Jagoan, Tapi Soal Akal Sehat

Menerobos banjir bukan aksi heroik, melainkan tindakan yang membahayakan. Lebih dari sekadar risiko mogok, banjir juga mengintai dengan bahaya water hammer, sebuah kerusakan mesin yang disebabkan air masuk ke ruang bakar. Biaya perbaikannya? Jangan ditanya, bisa-bisa tabungan setahun ludes tak bersisa.

Praktisi keselamatan berkendara pun tak lelah mengingatkan, menerobos banjir itu ada batas amannya. Bukan soal mobil jenis apa yang dikendarai, tapi seberapa besar kita memahami risiko yang ada. Batas aman yang disarankan adalah maksimal setengah ban kendaraan. Lebih dari itu, risiko gelombang air masuk ke air intake dan bahaya terperosok lubang atau tersangkut benda-benda tajam di bawah genangan semakin besar.

Lebih Baik Mundur daripada Menyesal Kemudian

Pertanyaannya, masihkah kita ingin berlagak seperti pembalap di jalanan yang penuh genangan? Atau kita mau belajar dari pengalaman orang lain yang mobilnya mogok di tengah banjir? Pilihan ada di tangan kita.

Sebelum nekat menerobos, ada baiknya kita mempertimbangkan opsi lain. Mencari rute alternatif, menunda perjalanan, atau bahkan berdiam diri di rumah untuk sementara waktu mungkin menjadi solusi yang lebih bijak. Ingat, keselamatan diri dan kendaraan adalah yang utama. Kerugian materi bisa dicari, tapi keselamatan jiwa tak ternilai harganya.

Banjir Rob bukan Sekadar Bencana Alam, Tapi juga Masalah Perilaku

Banjir rob memang merupakan fenomena alam yang sulit dihindari sepenuhnya. Namun, perilaku kita sebagai pengendara juga turut andil dalam memperparah dampaknya. Mari kita mulai dengan lebih menghargai imbauan keselamatan, lebih peka terhadap kondisi lingkungan, dan lebih cerdas dalam mengambil keputusan.

Jangan sampai banjir rob hanya menjadi berita yang terus berulang tanpa ada perubahan yang berarti. Sudah saatnya kita mengubah mentalitas "asal terobos" menjadi "utamakan keselamatan". Karena bukan hanya dompet yang akan berterima kasih, tapi juga nyawa kita sendiri.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini