Keselamatan seharusnya menjadi prioritas utama bagi setiap pengendara. Namun, kenyataannya masih banyak yang melakukan tindakan nekat, salah satunya menerobos palang pintu kereta api. Perilaku ini sangat berisiko dan mengancam nyawa, bukan hanya bagi pengendara itu sendiri, tetapi juga penumpang kereta dan masyarakat sekitar.
Penyebab
Salah satu faktor utama yang memicu perilaku menerobos palang pintu adalah rasa tidak sabar. Pengendara merasa terlambat atau enggan menunggu kereta lewat. Hal ini membuat mereka mengabaikan risiko yang ditimbulkan.
Selain itu, ada pula pengendara yang kurang memahami bahaya yang menanti jika melawan palang pintu kereta api. Mereka mungkin menganggap hal itu sebagai tindakan yang biasa dilakukan.
Regulasi Hukum
Perilaku menerobos palang pintu kereta api merupakan pelanggaran hukum. Undang-Undang No 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian dan Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang LLAJ mengatur tentang hal ini.
Dalam undang-undang tersebut, disebutkan bahwa pemakai jalan wajib mendahulukan perjalanan kereta api di perpotongan sebidang. Pengemudi kendaraan bermotor juga wajib berhenti ketika sinyal atau palang pintu sudah berbunyi atau tertutup.
Pelanggaran terhadap ketentuan tersebut dapat dikenakan sanksi pidana kurungan 3 bulan atau denda hingga Rp 750.000. Bahkan, jika akibat dari pelanggaran itu menimbulkan kecelakaan, PT KA dapat menuntut ganti rugi.
Dampak Buruk
Menerobos palang pintu kereta api bukan hanya merugikan diri sendiri, tetapi juga orang lain. Konsekuensi yang ditimbulkan sangat besar, seperti:
- Kecelakaan yang berakibat fatal
- Gangguan perjalanan kereta api
- Kerugian materiil dan imateriil bagi korban dan pihak terkait
- Kemacetan dan gangguan sosial
Untuk mencegah perilaku berbahaya ini, diperlukan kesadaran dari semua pihak. Pengendara harus mematuhi peraturan lalu lintas dan memprioritaskan keselamatan. Masyarakat juga dapat berperan dengan melaporkan atau menegur pengendara yang melanggar.
Selain itu, pemerintah dan otoritas terkait perlu meningkatkan sarana dan prasarana di perlintasan kereta api. Misalnya, dengan memasang lampu peringatan yang lebih efektif, menambah petugas penjaga, atau membangun jembatan penyeberangan.
Dengan langkah-langkah tersebut, diharapkan dapat menekan angka pelanggaran dan menjamin keselamatan masyarakat di sekitar persimpangan kereta api.