Jakarta, – Pemilik kendaraan bermotor di Indonesia wajib membayar pajak sebagai bentuk registrasi dan identifikasi (regident). Namun, terlambat membayar pajak dalam jangka waktu yang lama dapat berakibat fatal, yakni penghapusan regident kendaraan dari daftar registrasi.
Menurut Pasal 74 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ), penghapusan regident kendaraan dapat dilakukan jika:
- Kendaraan rusak berat sehingga tidak dapat dioperasikan.
- Pemilik kendaraan tidak melakukan registrasi ulang sekurang-kurangnya 2 tahun setelah habis masa berlaku Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
"Dasar hukum penghapusan regident ini sangat jelas dan kuat," ujar Budiyanto, Pemerhati Transportasi dan Hukum. "Ini merupakan bentuk pendisiplinan bagi masyarakat agar taat membayar pajak kendaraan."
Namun, Budiyanto juga mengingatkan adanya risiko yang akan muncul akibat penghapusan regident, seperti:
- Kendaraan yang telah dihapus dari daftar regident tidak dapat diregistrasi kembali.
- Jumlah kendaraan bodong atau tanpa surat sah akan meningkat.
"Jika banyak kendaraan yang tidak mengurus izin, itu menunjukkan rendahnya disiplin masyarakat untuk membayar pajak," kata Budiyanto.
Pasca penghapusan regident, Budiyanto menekankan pentingnya pengawasan dan penegakan hukum yang tegas. "Kendaraan yang tidak dilengkapi STNK sah dapat disita berdasarkan Pasal 32 ayat (6) Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2012," ujarnya.
Setelah penyitaan, kendaraan tersebut dapat dimusnahkan atau dirumpangkan melalui penetapan pengadilan. "Dasar hukumnya cukup kuat, jadi tidak perlu ragu untuk menjalankan program penghapusan regident," tegas Budiyanto.
Oleh karena itu, para pemilik kendaraan diimbau untuk tidak menunda pembayaran pajak kendaraan bermotor. Patuhi peraturan dan hindari sanksi penghapusan regident yang dapat merugikan diri sendiri dan masyarakat.