Kegemaran masyarakat Indonesia membeli kendaraan telah menjadi hal yang lumrah. Namun, hobi ini dibayangi oleh ketakutan akan pajak progresif, sistem perpajakan yang membebani pemilik kendaraan dengan tarif pajak yang lebih tinggi seiring dengan jumlah kendaraan yang dimiliki.
Pemerintah menerapkan pajak progresif untuk mempromosikan keadilan dan mengendalikan pertumbuhan kendaraan. Namun, kebijakan ini justru menimbulkan dilema bagi masyarakat. Banyak orang yang mengakalinya dengan menggunakan KTP orang lain untuk menghindari pajak yang lebih tinggi.
Praktik ini menimbulkan masalah serius. Data kendaraan yang tidak valid membuat penegakan hukum menjadi sulit. Surat tilang dikirim ke alamat yang salah, dan korban pelanggaran lalu lintas dapat lolos dari tanggung jawab.
Selain itu, pajak progresif juga dapat berdampak negatif pada penerima bansos. Individu yang terdaftar sebagai pemilik kendaraan dianggap orang yang mampu dan mungkin tidak memenuhi syarat untuk menerima bantuan sosial.
Menanggapi masalah ini, Korlantas Polri telah menyerukan penghapusan pajak progresif. Penghapusan pajak ini diharapkan dapat mengembalikan validitas data kendaraan, meningkatkan keadilan penegakan hukum, dan memastikan akses yang adil terhadap bansos.
Kebijakan pajak progresif telah menjadi isu kontroversial yang berdampak signifikan pada kegemaran masyarakat Indonesia membeli kendaraan. Diperlukan solusi efektif yang menyeimbangkan kepentingan pemerintah dan masyarakat untuk menghindari konsekuensi negatif yang lebih besar.