Pengisian cepat atau ultra cepat (fast charging) telah menjadi fasilitas yang banyak terdapat di stasiun pengisian kendaraan listrik (EV). Namun, di balik kemudahannya, terdapat potensi risiko yang mengancam usia pakai baterai EV.
Pakar baterai dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Eka Rakhman Priandana, mengingatkan bahwa pengisian cepat yang berlebihan dapat mempercepat penurunan masa pakai baterai. Pengaruh negatif ini berlaku pada semua jenis baterai EV, baik lithium NMC (Nikel, Mangan, Kobalt) maupun LFP (Lithium Ferrofosfat).
"Pengisian cepat tidak disarankan untuk dilakukan terlalu sering karena dapat mengurangi umur baterai," ujar Eka dalam sebuah acara daring.
Dalam kasus baterai lithium NMC, kemampuannya menerima arus tinggi terbatas. Sebagai contoh, baterai berkapasitas 20 Ampere-jam (Ah) hanya ideal untuk diisi dengan arus maksimal 10 Ampere (A). Pengisian berlebih dapat menyebabkan panas berlebih, mempercepat kerusakan, atau bahkan berisiko meledak jika sistem manajemen baterai (BMS) tidak memadai.
Meskipun baterai LFP dirancang lebih tahan terhadap arus tinggi hingga 3C dan memiliki umur pakai lebih lama, yakni sekitar 3.000 siklus pengisian, penggunaan pengisian cepat secara konstan tetap berisiko.
Untuk menjaga performa baterai EV, Eka menyarankan pengguna untuk lebih sering mengisi daya di rumah dengan kecepatan rendah. "Pengisian cepat sebaiknya hanya digunakan pada situasi darurat untuk menjaga baterai tetap awet dan tidak mudah susut," tutupnya.
Dalam menyikapi bahaya pengisian cepat, pemilik EV perlu mempertimbangkan kebiasaan pengisian daya mereka. Pengisian cepat dapat menjadi solusi saat kepepet, namun tidak boleh menjadi rutinitas yang dapat merugikan kesehatan baterai EV dalam jangka panjang.