Kejadian kecelakaan beruntun di Tol Cipularang KM 92 arah Jakarta menjadi bukti nyata bahaya mengintai bagi pengendara yang berkendara terlalu dekat dengan kendaraan besar seperti truk. Blind spot yang luas pada truk dapat membahayakan pengemudi di sekitarnya.
Menurut Jusri Pulubuhu, Direktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), blind spot pada truk dapat membuat pengemudi kendaraan kecil sulit melihat area depan kendaraan berdimensi besar tersebut. "Kita tidak tahu apa yang terjadi di depan mobil kita. Sopir bus atau truk sudah bisa memprediksi manuver apa yang diambil, sedangkan kita di belakang seperti pakai kacamata gelap," jelasnya.
Titik buta ini menjadi sangat berbahaya ketika truk melakukan manuver mendadak, seperti pengereman tiba-tiba. Dalam situasi seperti itu, pengemudi kendaraan kecil sering kali tidak memiliki cukup waktu untuk bereaksi dan menghindari tabrakan.
Tak hanya itu, mengemudi terlalu lama di belakang kendaraan besar juga dapat menyebabkan pengemudi merasa mengantuk atau kehilangan fokus. Sony Susmana, Training Director Safety Defensive Consultant Indonesia (SDCI), mengatakan, "Berada di belakang kendaraan besar membuat bosan karena kecepatannya rendah dan pandangannya terhalang, sehingga bisa membuat mengantuk."
Lebih parah lagi, kendaraan besar yang mengalami masalah teknis, seperti rem blong atau ban pecah, dapat kehilangan kendali dan berujung pada kecelakaan fatal, terutama jika kendaraan kecil berada terlalu dekat.
Sony menekankan pentingnya menjaga jarak aman yang lebih besar ketika berkendara di belakang truk. "Jarak aman bukan hanya soal memberikan ruang lebih, tetapi juga memberi pengemudi waktu lebih untuk bereaksi terhadap situasi yang berubah mendadak," tegasnya.
Kejadian di Tol Cipularang KM 92 menjadi pelajaran berharga bagi semua pengendara untuk selalu menjaga jarak aman dengan kendaraan besar. Mengemudi defensif, terutama di sekitar kendaraan besar, adalah kunci untuk mencegah kecelakaan dan meningkatkan keselamatan di jalan raya.