Jakarta, Kompasian.com – Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) tengah berharap pemerintah mempertimbangkan kembali penerapan aturan baru terkait Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Pasalnya, Gaikindo melihat potensi dampak dari kenaikan pajak ini terhadap konsumen di Indonesia.
Perubahan aturan PKB dan BBNKB tercantum dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Pemerintah daerah kini mempunyai kewenangan untuk menambahkan pungutan tambahan, atau opsi, untuk PKB dan BBNKB. Aturan tersebut bakal berlaku efektif pada 5 Januari 2025.
Ketua Umum Gaikindo Yohannes Nangoi mengungkapkan bahwa kenaikan pajak ini berpotensi memicu kenaikan harga jual mobil. "Aturan ini sudah ramai diperbincangkan, dan kami berharap pemerintah tidak sampai menaikkan pajak kendaraan, karena konsumen mobil di Indonesia sangat sensitif terhadap harga," ujar Nangoi di Jakarta beberapa waktu lalu.
Kekhawatiran Gaikindo beralasan, mengingat tarif PKB di Jakarta diprediksi akan mengalami kenaikan 0,5% pada 2025. Sebagai contoh, untuk kendaraan kedua, tarif pajak progresif yang saat ini sebesar 2,5% akan naik menjadi 3%.
Selain itu, tarif BBNKB juga mengalami perubahan berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024. Tarif BBNKB ditetapkan sebesar 12,5%.
Menurut Gaikindo, kenaikan pajak ini dapat menghambat pertumbuhan industri otomotif nasional. "Kami berharap pajak tidak naik agar industri otomotif bisa tetap bertahan, investasi terus berjalan, ekspor meningkat, dan lapangan pekerjaan tidak terdampak," kata Nangoi.
Naiknya harga jual mobil akibat kenaikan pajak tentu akan berdampak pada konsumen. Konsumen dengan kemampuan finansial terbatas kemungkinan akan menunda atau membatalkan rencana pembelian mobil mereka. Hal ini dapat berimbas pada menurunnya penjualan kendaraan dan berpotensi mengganggu pertumbuhan ekonomi.
Oleh karena itu, Gaikindo mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali rencana kenaikan PKB dan BBNKB. Pemerintah perlu mengkaji dampak kebijakan ini secara komprehensif, termasuk potensi dampak negatifnya terhadap industri otomotif dan konsumen.