Pemerintah berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% pada 2025 mendatang. Rencana ini menuai pro dan kontra, termasuk dari sektor otomotif.
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Nandi Julyanto menyatakan Toyota selalu mendukung kebijakan pemerintah, termasuk rencana kenaikan PPN. Namun, ia mengingatkan potensi dampaknya terhadap pasar otomotif nasional.
"Kenaikan PPN bisa mengganggu pasar otomotif, meski masyarakat Indonesia relatif fleksibel," ujar Nandi.
Di sisi lain, Wakil Presiden Direktur TMMIN Bob Azam justru mempertanyakan efektivitas kenaikan PPN dalam meningkatkan pendapatan negara. Ia menunjuk pada pengalaman saat pandemi COVID-19, di mana pemerintah memberikan relaksasi pajak untuk mobil baru namun justru berujung pada kenaikan penerimaan pajak.
"Pemerintah harus berhati-hati, karena kenaikan PPN berpotensi menurunkan ekonomi secara keseluruhan dan berdampak negatif pada penerimaan pajak," jelas Bob.
Selain itu, kenaikan PPN juga dapat membebani konsumen dan menghambat pertumbuhan industri otomotif. Pasalnya, harga mobil baru akan semakin mahal sehingga daya beli masyarakat bisa menurun.
Industri otomotif sendiri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia. Industri ini menyerap banyak tenaga kerja dan berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi. Kenaikan PPN yang terlalu tinggi dikhawatirkan dapat menghambat perkembangan industri ini.
Pemerintah perlu mempertimbangkan secara matang dampak dari kenaikan PPN terhadap pasar otomotif dan perekonomian secara keseluruhan. Keputusan yang diambil harus seimbang antara kebutuhan fiskal negara dan keberlanjutan sektor industri otomotif.