Dalam konteks lalu lintas yang semrawut di Indonesia, pemahaman masyarakat tentang keselamatan berlalu lintas masih sangat rendah. Ironisnya, masyarakat lebih tertarik mempelajari teknik berkendara daripada mengutamakan pola pikir keselamatan.
Menurut Jusri Pulubuhu, pendiri dan direktur pelatihan Jakarta Defensive Driving Consulting, pengetahuan soal keselamatan lalu lintas sangat minim. Hal ini terlihat dari perilaku masyarakat di jalanan yang seringkali keliru, namun merasa benar dan bahkan menyerang orang lain.
"Jika massal yang salah, habis kita," ujar Jusri. "Arogan di jalan, merasa eksklusif," lanjutnya.
Stigma negatif juga turut memperburuk kondisi. Masyarakat beranggapan bahwa peraturan lalu lintas hanya berlaku saat ada polisi. Akibatnya, ketika tidak ada polisi, mereka melanggar aturan semaunya.
Pola pikir semacam ini menunjukkan bahwa watak masyarakat Indonesia kurang baik. Hal tersebut terlihat dari perilaku berlalu lintas yang semena-mena, saling menyalahkan, dan tidak mau mengakui kesalahan.
Selain faktor kultural, kurangnya pendidikan keselamatan lalu lintas juga menjadi faktor penyebab. Masyarakat belum diajarkan secara komprehensif tentang risiko dan konsekuensi dari berkendara yang tidak aman.
Untuk meningkatkan keselamatan berlalu lintas, perlu dilakukan upaya perbaikan dari berbagai aspek. Pertama, menguatkan pendidikan keselamatan lalu lintas sejak dini. Kedua, menanamkan pola pikir keselamatan dalam komunitas berkendara. Ketiga, memperketat penegakan hukum tanpa pandang bulu.
Dengan mengutamakan keselamatan berlalu lintas, kita dapat menciptakan lingkungan lalu lintas yang lebih aman dan nyaman bagi semua pengguna jalan.