Dalam hubungan antara konsumen dan bengkel mobil, kesalahpahaman sering kali muncul akibat perbedaan persepsi dalam menentukan kerusakan komponen mobil. Perbedaan ini dapat memicu konflik dan merusak harmoni hubungan.
Salah satu perbedaan persepsi yang umum adalah soal kapan komponen mobil harus diganti. Menurut Ketua Umum Persatuan Bengkel Otomotif Indonesia (PBOIN), Hermas Efendi Prabowo, bengkel harus mempertimbangkan ketahanan komponen, bukan hanya kerusakannya.
"Ketika bengkel memeriksa komponen, mereka harus dapat memprediksi penurunan fungsinya. Jika komponen berpotensi habis masa pakai sebelum perawatan berkala berikutnya, bengkel wajib menyarankan penggantian," ujar Hermas.
Di sisi lain, konsumen cenderung beranggapan bahwa komponen mobil harus diganti jika sudah rusak atau tidak berfungsi sama sekali. Akibatnya, konsumen menganggap bengkel melakukan praktik curang jika menyarankan penggantian komponen yang masih bisa dipakai.
"Hal ini menciptakan kesalahpahaman karena konsumen tidak memahami bahwa penggantian komponen berdasarkan masa pakai bukan hanya untuk mencari-cari kerusakan, tetapi untuk mencegah kerugian yang lebih besar di kemudian hari," terang Hermas.
Untuk mengatasi perbedaan persepsi ini, Hermas menekankan pentingnya komunikasi yang baik antara konsumen dan bengkel. Kedua belah pihak harus berdiskusi secara terbuka dan jelas tentang kondisi komponen dan alasan penggantiannya.
"Konsumen harus memahami penjelasan bengkel dan tidak ragu untuk bertanya jika ada yang tidak dipahami. Sementara itu, bengkel harus memberikan informasi yang lengkap dan transparan kepada konsumen," saran Hermas.
Dengan saling memahami dan berkomunikasi secara efektif, konsumen dan bengkel dapat membangun hubungan yang harmonis dan saling menguntungkan. Hal ini akan menciptakan pengalaman servis yang lebih baik bagi konsumen dan membantu menjaga keselamatan dan performa mobil mereka secara optimal.