Pemerintah berencana menurunkan subsidi motor listrik dari Rp 7 juta menjadi Rp 2 juta. Rencana ini disambut keprihatinan oleh pelaku industri dan konsumen yang khawatir akan berdampak pada minat masyarakat beralih ke kendaraan listrik.
Sebelumnya, pemerintah telah memberikan subsidi sebesar Rp 7 juta untuk mendorong penggunaan motor listrik. Subsidi ini dianggap cukup signifikan dalam menarik minat masyarakat, bahkan mampu menurunkan harga motor listrik hingga separuhnya.
Namun, menurut perwakilan Viar, Deden, rencana pengurangan subsidi menjadi PPN DTP (Pajak Pertambahan Nilai Ditanggung Pemerintah) akan berdampak negatif. Dengan skema ini, diskon yang diterima konsumen akan jauh lebih kecil, hanya sekitar Rp 2 juta untuk motor senilai Rp 20 juta.
"Ini agak kurang menarik, karena nilainya kecil," kata Deden dalam audiensi dengan Pimpinan DPR RI.
Pengurangan subsidi ini dikhawatirkan akan menghambat pertumbuhan industri kendaraan listrik di Indonesia. Saat ini, pangsa pasar motor listrik masih terbilang kecil, sekitar 5%. Rencana pengurangan subsidi dapat semakin memperlambat adopsi kendaraan listrik di masyarakat.
Selain itu, pengurangan subsidi juga dinilai tidak adil. Pasalnya, saat ini skema PPN DTP hanya diterapkan untuk mobil listrik, sedangkan motor listrik masih dikenakan skema subsidi langsung. Hal ini dianggap diskriminatif dan dapat memicu kecemburuan di kalangan pelaku industri.
Pemerintah perlu mempertimbangkan kembali rencana pengurangan subsidi motor listrik. Insentif yang memadai merupakan salah satu faktor penting dalam menstimulasi peralihan ke kendaraan listrik. Tanpa insentif yang cukup, masyarakat akan enggan beralih ke kendaraan listrik dan tujuan pemerintah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca akan sulit tercapai.