Pemerintah Indonesia, melalui Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), menyatakan bahwa penggunaan bioetanol belum ideal di Indonesia karena ketergantungan bahan baku impor. Namun, pernyataan ini mendapat tanggapan berbeda dari industri otomotif, khususnya PT Toyota Astra Motor (TAM).

Dukungan Industri Otomotif

PT TAM, sebagai salah satu pendukung pengembangan bioetanol di Indonesia, menilai bahwa teknologi ramah lingkungan seperti ini sangat penting untuk mengurangi emisi karbon. Marketing Planning Deputy General Manager PT TAM, Resha Kusuma Atmaja, mengungkapkan bahwa pihaknya terbuka terhadap pemanfaatan bioetanol karena sejalan dengan misi perusahaan untuk memerangi emisi karbon.

"Kami di Toyota menyiapkan segala bentuk teknologi untuk mengurangi emisi karbon. Apa pun teknologi yang efektif akan kami fokuskan," ujar Resha.

Lebih lanjut, Resha berharap tidak ada perdebatan mengenai teknologi mana yang lebih baik, karena tujuan utamanya adalah mengurangi emisi karbon di dalam negeri. PT TAM telah berhasil menguji coba bioetanol 100% pada kendaraannya, menunjukkan komitmen perusahaan terhadap pengembangan teknologi ramah lingkungan.

Kekhawatiran Pemerintah

Di sisi lain, pemerintah menyatakan kekhawatirannya terhadap penggunaan bioetanol karena bahan bakunya, seperti tebu dan jagung, masih diimpor dari luar negeri. Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves, Rachmat Kaimuddin, menegaskan bahwa Indonesia saat ini masih mengimpor gula dan jagung dalam jumlah besar.

"Jika kita memaksa pakai biofuel, kita harus impor juga," kata Kaimuddin.

Data menunjukkan bahwa impor gula Indonesia mencapai 5,8 juta ton selama periode 2022-2023, sementara impor jagung masih mencapai 450 ribu ton. Hal ini menimbulkan kekhawatiran terhadap ketergantungan Indonesia pada impor bahan baku bioetanol.

Perlu Kolaborasi

Perbedaan pandangan antara industri otomotif dan pemerintah ini menunjukkan perlunya kolaborasi yang lebih erat untuk menemukan solusi yang tepat. Pemerintah perlu mendukung pengembangan bioetanol dalam negeri dengan mendorong produksi bahan baku berkelanjutan. Di sisi lain, industri otomotif perlu berinovasi dalam teknologi dan mencari alternatif bahan baku yang lebih ramah lingkungan.

Dengan kolaborasi yang baik, Indonesia dapat memanfaatkan potensi bioetanol sebagai bahan bakar ramah lingkungan tanpa mengabaikan aspek ketahanan pangan dan ketergantungan impor. Pengembangan bioetanol yang berkelanjutan akan memberikan kontribusi positif pada pengurangan emisi karbon dan mendukung pertumbuhan ekonomi di sektor energi terbarukan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini