Amerika Serikat (AS) dan sekutunya terus berupaya menghambat masuknya produk mobil listrik murah dari China ke pasar mereka. Langkah terbaru datang dari Senator AS, Marco Rubio, yang mengusulkan larangan bagi produsen China untuk menghindari tarif AS dengan mendirikan pabrik di negara-negara berkembang seperti Meksiko, Vietnam, atau Malaysia.
Senator Rubio menuduh produsen China memindahkan produksi ke negara lain untuk menghindari pajak tinggi yang dikenakan di AS. Dengan memproduksi kendaraan di negara berkembang dengan biaya operasional lebih rendah, mereka dapat menghindari pajak dan membanjiri pasar AS dengan produk murah.
Sebelumnya, pada Maret lalu, Rubio telah mengusulkan undang-undang untuk memperluas tarif yang lebih tinggi pada kendaraan yang diproduksi oleh produsen China di negara lain. Hal ini menjadi bagian dari upaya AS untuk membendung laju dari produk-produk China yang dianggap dapat mengancam industri dalam negeri mereka.
Salah satu produsen mobil listrik China yang menjadi perhatian khusus AS adalah BYD. Perusahaan ini telah mengoperasikan pabrik di Rayong, Thailand sejak Juli 2024 dan berencana mengekspor mobil listrik mereka ke berbagai negara dengan harga lebih terjangkau. BYD juga berencana ekspansi ke Eropa dengan membuka pabrik di Hungaria.
Gerakan agresif BYD menimbulkan kekhawatiran di AS dan sekutunya. Pada Mei lalu, Presiden AS Joe Biden mengumumkan tarif baru pada barang-barang buatan China, termasuk kendaraan listrik, yang naik empat kali lipat dari 25% menjadi 100%. Tarif ini juga berlaku untuk baterai lithium-ion, mineral, dan komponen lainnya.
Selain AS, Kanada juga telah memberlakukan tarif 100% pada kendaraan listrik buatan China. Uni Eropa juga akan menerapkan tarif tambahan hingga 38,1% pada kendaraan listrik yang diekspor dari China.
Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa AS dan sekutunya memandang mobil listrik murah dari China sebagai ancaman serius bagi industri otomotif mereka. Namun, upaya untuk membendung produk-produk China dapat menimbulkan dampak negatif pada konsumen, karena harga kendaraan listrik menjadi lebih mahal.
Di sisi lain, produsen China seperti BYD semakin inovatif dan agresif dalam memproduksi kendaraan listrik murah yang berkualitas. Hal ini dapat mendorong persaingan di pasar kendaraan listrik dan pada akhirnya menguntungkan konsumen.
Perang dagang antara AS dan China di bidang mobil listrik masih akan berlanjut. Kedua belah pihak akan terus berupaya melindungi kepentingan mereka masing-masing. Namun, yang pasti, konsumen akan menjadi pihak yang paling terdampak dari konflik ini.