Pemerintah Indonesia telah mencanangkan penerapan standar emisi Euro 4 sejak 2018 untuk kendaraan bensin dan 2022 untuk kendaraan diesel. Regulasi ini bertujuan untuk mengurangi polusi udara dan meningkatkan kualitas lingkungan.
Namun, penerapan regulasi ini masih menghadapi sejumlah kendala, terutama terkait dengan ketersediaan bahan bakar yang sesuai standar Euro 4.
Masalah Ketersediaan BBM
Standar Euro 4 mensyaratkan penggunaan bahan bakar berkualitas tinggi dengan kandungan sulfur yang lebih rendah. Di Indonesia, masih banyak jenis BBM yang kualitasnya di bawah standar, seperti Pertalite dengan RON 90 dan Solar dengan CN 48.
Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin, berpendapat bahwa Indonesia masih mengimpor BBM kotor dari negara-negara yang telah menerapkan standar Euro 4.
Peran Politik
Safrudin juga menyoroti peran politik dalam penghambatan penerapan Euro 4 di Indonesia. Ia menuding adanya komprador yang menjadi perwakilan perusahaan minyak multi nasional dan mempengaruhi pengambilan kebijakan.
Dampak Negatif
Keterlambatan penerapan Euro 4 berdampak negatif bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Emisi gas buang yang tinggi berkontribusi pada polusi udara, yang dapat menyebabkan masalah pernapasan dan penyakit kardiovaskular.
Harapan dan Upaya
Meskipun menghadapi kendala, pemerintah dan pemangku kepentingan terkait perlu terus berupaya untuk menerapkan Euro 4 secara efektif. Hal ini dapat dilakukan melalui:
- Meningkatkan produksi dan ketersediaan BBM berkualitas tinggi.
- Melakukan pengawasan ketat terhadap impor BBM kotor.
- Menerapkan sanksi tegas bagi pelanggaran regulasi.
- Mendorong inovasi dan pengembangan teknologi kendaraan yang ramah lingkungan.
Dengan komitmen dan kerja sama dari semua pihak, Indonesia diharapkan dapat segera mewujudkan penerapan standar emisi Euro 4 dan menikmati manfaatnya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.