Balapan liar menjadi fenomena yang sulit dibendung dalam ekosistem otomotif Indonesia. Aktivitas membahayakan ini terus muncul dan merajalela, meskipun telah dilakukan pengawasan oleh pihak berwenang.
Menurut pakar transportasi Anton Wijaya, balapan liar cenderung pasang surut tergantung pada intensitas pengawasan. Namun, saat pengawasan mengendur, praktik berbahaya ini kembali bermunculan. Wilayah-wilayah seperti Taman Mini, Lenteng Agung, Asia Afrika, Jalan Panjang, Podomoro, dan Kelapa Gading di Jakarta menjadi titik rawan terjadinya balap liar.
Selain membahayakan keselamatan, balap liar juga menimbulkan pelanggaran hukum lain, seperti perjudian. Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan penanganan yang holistik melibatkan berbagai pemangku kepentingan.
"Pembalap berbakat seharusnya difasilitasi oleh pemerintah daerah dengan menyediakan arena balap resmi," ujar Anton. Kolaborasi antara polisi, pemerintah daerah, dinas olahraga, dan organisasi olahraga otomotif sangat diperlukan untuk mengakomodir kebutuhan pembalap.
Penggunaan teknologi juga dapat dimanfaatkan untuk mencegah balap liar. Sistem deteksi pelanggaran lalu lintas berbasis kecerdasan buatan (AI) dapat membantu pihak berwenang mengidentifikasi dan menindak pelaku balap liar dengan lebih efektif. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang bahaya dan konsekuensi hukum balap liar juga penting dilakukan.
Mencari solusi permanen untuk balap liar merupakan tugas bersama yang membutuhkan komitmen dan kerja keras dari semua pihak terkait. Dengan pendekatan holistik, pengawasan yang berkelanjutan, dan upaya pencegahan yang komprehensif, Indonesia dapat mengatasi fenomena yang meresahkan ini dan menciptakan lingkungan lalu lintas yang lebih aman dan tertib.