Jakarta – Penguatan nilai tukar dolar Amerika Serikat yang telah mencapai lebih dari Rp 16.000 diperkirakan akan mempengaruhi industri otomotif nasional. Pagi ini, dolar AS berada di level tertinggi pada Rp 16.251 dan terendahnya Rp 16.188. Situasi geopolitik global, khususnya konflik di Timur Tengah dan ketegangan antara Iran-Israel, juga berpotensi memberikan dampak signifikan.
Menurut Anton Jimmi Suwandy, Marketing Director PT Toyota-Astra Motor (TAM), kondisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS serta situasi geopolitik global sangat mungkin berdampak pada pasar otomotif Indonesia. Meskipun demikian, Toyota masih memonitor dampaknya dan mengevaluasi efek terhadap model-model Toyota baik yang diproduksi lokal maupun impor CBU.
Di sisi lain, data Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menunjukkan penjualan mobil secara wholesales (distribusi dari pabrik ke dealer) pada Januari-Maret 2024 turun sebesar 23,9 persen menjadi hanya 215.069 unit. Penjualan secara retail sales (dari dealer ke konsumen) juga turun 15 persen menjadi 230.776 unit dibandingkan dengan kuartal I tahun sebelumnya.
Gaikindo telah menetapkan target penjualan mobil secara nasional sebanyak 1,1 juta unit hingga akhir tahun. Namun, dengan kondisi saat ini, apakah target tersebut masih realistis? Yusak Billy, Sales & Marketing and After Sales Director PT Honda Prospect Motor (HPM), mengakui penjualan mobil secara nasional pada kuartal I mengalami penurunan dan pasar otomotif saat ini belum stabil.
Pengusaha pun meminta pemerintah dan Bank Indonesia untuk mengantisipasi tingginya nilai dolar Amerika Serikat yang dapat mengganggu dunia usaha dan perekonomian nasional. Anggawira, Sekertaris Jenderal BPP HIPMI, menekankan pentingnya penggunaan mata uang rupiah dalam setiap transaksi untuk mendukung kestabilan nilai tukar rupiah.
Dengan situasi yang berubah-ubah ini, industri otomotif nasional harus bersiap menghadapi tantangan yang mungkin datang.