Kecelakaan yang melibatkan truk dan bus masih saja terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Dalam kurun waktu satu bulan, setidaknya ada tiga kecelakaan maut yang menelan korban jiwa akibat truk alami blong atau tidak bisa berhenti. Apa penyebabnya?
Salah satu faktor utama yang menyebabkan kecelakaan truk dan bus adalah kurangnya kemampuan sopir dalam mengoperasikan kendaraan berat tersebut. Banyak sopir yang hanya bisa mengendarai truk dan bus tanpa memahami teknologi, sistem rem, dashboard, dan inspeksi sebelum berkendara.
Hal ini diungkapkan oleh Ahmad Wildan, Investigator Senior dari Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT), dalam sebuah acara di Jakarta. Menurutnya, 90 persen penyebab kecelakaan kendaraan niaga adalah para sopir tidak paham sistem rem, tidak paham dashboard instrumentasi, dan tidak paham pre trip inspection.
"Kita menemukan banyak sekali kecelakaan dari hal yang simpel ya, basic. Contohnya sistem rem, rem bus itu ada tiga macam, full hydraulic brake yang berbasis dengan sistem rem hidrolis, kemudian air over hydraulic brake kombinasi pneumatic dan hidrolis, kemudian ada full air brake yang murni menggunakan pneumatic. Itu karakteristiknya beda, pengemudi kita nggak pahami itu dan kami menemukan banyak sekali kecelakaan konyol yang seharusnya nggak perlu terjadi kalau pengemudi itu paham," jelas Wildan.
Wildan juga menyebut bahwa banyak sopir truk dan bus yang naik pangkat dari kenek atau asisten sopir tanpa mendapatkan pelatihan yang memadai. "Stratanya begitu (dari kenek menjadi sopir). Ini linear, mereka bisa (nyetir bus dan truk) karena biasa," ujar Jusri Pulubuhu, Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan.
Akibatnya, banyak sopir yang tidak siap menghadapi situasi darurat, seperti rem blong, ban pecah, atau kendaraan mogok. Mereka juga sering melanggar aturan, seperti kelebihan muatan, kecepatan, atau jam berkendara. Hal ini berpotensi menimbulkan bahaya bagi diri sendiri, penumpang, dan pengguna jalan lainnya.
Untuk mengatasi masalah ini, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, pengusaha angkutan, dan lembaga pelatihan. Pemerintah harus meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran yang dilakukan sopir truk dan bus. Pengusaha angkutan harus memberikan fasilitas dan insentif yang layak bagi sopir, serta memastikan kendaraan dalam kondisi prima. Lembaga pelatihan harus menyelenggarakan program yang berbasis pada temuan-temuan penyebab kecelakaan, serta menguji kompetensi sopir secara berkala.
Dengan demikian, diharapkan kualitas dan keselamatan sopir truk dan bus dapat meningkat, sehingga kecelakaan yang terulang terus dapat dicegah.